Media Asuransi, GLOBAL – Badan-badan puncak yang mewakili perusahaan asuransi pribadi dan bisnis di Australia, Selandia Baru, Kanada, dan Inggris, telah meminta para pemimpin di Commonwealth untuk membahas memburuknya cuaca ekstrem. Hal itu termasuk dampaknya terhadap ketahanan ekonomi nasional dan masyarakat.
Dilansir dari Asia Insurance Review, Rabu, 23 Oktober 2024, menurut pernyataan yang dirilis oleh Dewan Asuransi Selandia Baru (ICNZ), seruan tersebut disampaikan pada Pertemuan Kepala Pemerintahan Commonwealth (CHOGM) minggu ini di Samoa, yang diselenggarakan dari 21-26 Oktober 2024.
|Baca juga: Upbit: Kuartal IV Jadi Periode yang Menjanjikan bagi Industri Kripto
|Baca juga: MAMI: Ruang Pelonggaran Moneter Masih Cukup Besar, Peluang Menarik bagi Pasar Obligasi
Menurut pernyataan Insurance Council of New Zealand (ICNZ), surat bersama telah dikirimkan kepada perdana menteri dari masing-masing negara oleh ICNZ, Insurance Council of Australia (ICA), Insurance Bureau of Canada (IBC), dan Association of British Insurers (ABI).
Mereka meminta agar isu tersebut dimasukkan dalam agenda Commonwealth Business Forum pada 23-24 Oktober 2024. Permintaan ini mengikuti Global Insurance Protection Gap Forum yang digelar di Sydney, Australia, pada 18 Oktober 2024. Forum dihadiri pimpinan ABI, IBC, ICA, dan ICNZ, bersama perusahaan asuransi, perwakilan Pemerintah Australia, serta regulator.
|Baca juga: IFG Perkuat Industri Asuransi Lewat Peningkatan Literasi Keuangan
|Baca juga: Resmi Jadi Presiden, Prabowo Ternyata Punya Kekayaan Fantastis Tanpa Utang!
Dalam forum itu, disepakati peningkatan intensitas cuaca ekstrem, pertumbuhan populasi, dan pembangunan di area berisiko akan memperlebar kesenjangan perlindungan asuransi. Mereka juga mencatat risiko banjir, yang awalnya terfokus di area tertentu, akan semakin meluas.
Forum ini menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan perusahaan asuransi untuk memahami dan mengurangi risiko di masa mendatang. Pihaknya juga mengingatkan agar pembangunan di lokasi berisiko dapat dihentikan guna mengurangi risiko ekonomi, serta meminta pemerintah untuk tidak menerapkan pajak dan pungutan berlebihan pada premi asuransi.
|Baca juga: Gibran Rakabuming Raka Resmi Jadi Wapres, Ternyata Segini Harta Kekayaannya!
|Baca juga: Dapat Restu dari OJK, BRI Life Bakal Spin Off Unit Usaha Syariah di 2026
Sejumlah asosiasi tersebut, yang mewakili perusahaan dengan total premi tahunan sekitar US$200 miliar, menekankan pentingnya peran anggota mereka dalam membantu komunitas dan bisnis pulih dari kejadian tak terduga.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News