Media Asuransi, JAKARTA – President Director Sompo Insurance Indonesia Eric Nemitz mengatakan salah satu faktor utama yang mendorong kenaikan biaya asuransi kesehatan di Indonesia adalah inflasi kesehatan global. Inflasi kesehatan global membuat lebih dari separuh pasar global, termasuk Asia Pasifik, mengalami kenaikan biaya kesehatan dua digit.
“Di Indonesia, menurut berbagai sumber yang dapat dipercaya, proyeksi kenaikan biaya kesehatan di 2024 diperkirakan melebihi rata-rata Asia Pasifik,” jelas Nemitz, dalam paparannya di Indonesia Rendezvous ke-28 yang digelar di Bali, Jumat, 11 Oktober 2024.
|Baca juga: OJK Klaim Berikan Waktu Cukup untuk Industri Asuransi Tingkatkan Modal Minimum, Apa Iya?
|Baca juga: Curi Perhatian Dunia, AAUI Harap Indonesia Rendezvous 2024 Dorong Industri Asuransi Tumbuh Berkelanjutan
Menurutnya ada empat pendorong utama inflasi kesehatan. Pertama, kemajuan teknologi medis memicu peningkatan biaya perawatan. Kedua, kurangnya integrasi antara layanan kesehatan primer, spesialisasi, dan fasilitas kesehatan. Ketiga, penggunaan layanan kesehatan yang berlebihan. Keempat meningkatnya penyakit akibat gaya hidup tidak sehat dan kondisi kronis.
Di Indonesia, peningkatan biaya ini terlihat dari lonjakan klaim asuransi kesehatan. Nemitz menjelaskan berdasarkan data dari Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) nilai total klaim asuransi kesehatan melonjak 25 persen secara tahunan (yoy) menjadi Rp20,83 triliun pada 2023, dan tren ini terus berlanjut sejak 2022, terutama setelah pandemi covid-19.
Sebagai solusi, perusahaan asuransi, termasuk Sompo Insurance mendukung penerapan teknologi medis baru yang terbukti efektif, serta mempromosikan efisiensi dalam pengembangan layanan baru.
|Baca juga: Mengenal Sosok Edy Tuhirman yang Pamit dari CEO Generali Indonesia
|Baca juga: Penurunan Tajam RBC Berpotensi Jadi Biang Kerok Terjadinya Risiko Sistemik di Industri Asuransi?
Nemitz menjelaskan desain produk asuransi kini lebih diarahkan untuk membantu anggota memilih penyedia layanan yang tepat, serta mempromosikan penggunaan telemedicine dan perawatan terkelola.
Kolaborasi dengan BPJS dan penyedia layanan kesehatan juga dinilai penting dalam mengendalikan kenaikan biaya. Selain itu, perusahaan asuransi berupaya mengubah perilaku anggota dan penyedia layanan melalui insentif.
“Transparansi dan kolaborasi yang erat dengan penyedia layanan kesehatan sangat penting dalam menghadapi tantangan ini,” jelasnya.
|Baca juga: Indonesia Rendezvous 2024 Jadi Wadah Strategis bagi Industri Asuransi dalam Menjalin Jaringan
|Baca juga: Hindari Pencabutan Izin Usaha, OJK Susun Rencana Ini untuk 8 Perusahaan Asuransi dalam Pengawasan Khusus
Untuk ke depan, Nemitz menekankan pentingnya memasukkan gaya hidup sehat dan dukungan kesehatan mental ke dalam produk asuransi. Program manajemen penyakit kronis juga ditawarkan untuk membantu mengurangi biaya perawatan jangka panjang.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News