Media Asuransi, JAKARTA – Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Djonieri menyampaikan pandangannya terkait kasus tertanggung asuransi yang mengajukan pengujian materi Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut Djonieri, saat ini kasus tersebut tengah dipelajari oleh Departemen Hukum OJK. Namun OJK menegaskan prinsip utmost good faith atau itikad baik yang tertinggi yang diatur dalam Pasal 251 KUHD masih sangat penting dan relevan untuk menjaga kesinambungan industri asuransi di Indonesia.
|Baca juga: Allianz Trade Tunjuk Bos Baru untuk 6 Negara ASEAN, Indonesia termasuk?
|Baca juga: Raffi Ahmad Dilantik Presiden Prabowo di Istana, Dapat Jabatan Apa?
“OJK berpandangan Pasal 251 KUHD terkait prinsip utmost good faith masih diperlukan untuk menjaga kesinambungan industri perasuransian. Hal ini juga sejalan dengan pendapat dari beberapa ahli hukum dagang dan perasuransian,” ungkap Djonieri, kepada Media Asuransi, Rabu, 23 Oktober 2024.
Ia menjelaskan prinsip utmost good faith merupakan landasan dalam setiap kontrak asuransi, baik di Indonesia maupun secara global. Prinsip ini menuntut kejujuran dan keterbukaan dari kedua belah pihak, yaitu tertanggung (insured) dan penanggung (insurer), dalam memberikan informasi yang relevan saat pembuatan kontrak asuransi.
“Pihak tertanggung wajib mengungkapkan semua informasi material yang dapat memengaruhi penilaian risiko oleh perusahaan asuransi, sementara perusahaan asuransi harus jujur dalam menyusun syarat-syarat polis, termasuk cakupan perlindungan dan pengecualian,” ucapnya.
|Baca juga: Lansia di Asia Tidak Terlalu Tertarik Punya Asuransi Jiwa, Kenapa?
|Baca juga: Dilantik sebagai Staf Khusus Presiden, Berikut Profil Lengkap Yovie Widianto
Djonieri menegaskan kegagalan salah satu pihak dalam memenuhi prinsip ini dapat berakibat pada pembatalan kontrak asuransi. Prinsip ini diterapkan dalam berbagai aspek proses asuransi, mulai dari penilaian klaim hingga pemutusan kontrak asuransi jika ditemukan ketidakjujuran.
“Prinsip utmost good faith tetap menjadi elemen penting yang melindungi kepentingan kedua belah pihak, memastikan kontrak asuransi dilandasi oleh kejujuran dan keterbukaan informasi. Pasal 251 KUHD yang mengatur tentang prinsip ini masih sangat relevan dalam konteks kontrak asuransi di Indonesia,” tutup Djonieri.
Prinsip ini dinilai oleh OJK sebagai dasar penting yang memastikan transparansi dan kepercayaan antara tertanggung dan penanggung, sehingga keberadaannya tetap dipertahankan dalam peraturan asuransi Indonesia.
Sebagai informasi, sebelumnya seorang ahli waris bernama Maribati Duha, penerima manfaat atas nama Almarhum Sopan Santun Duha, mengajukan pengujian materi Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945.
|Baca juga: Resmi Jadi Presiden, Prabowo Ternyata Punya Kekayaan Fantastis Tanpa Utang!
|Baca juga: Gibran Rakabuming Raka Resmi Jadi Wapres, Ternyata Segini Harta Kekayaannya!
Menurut Pemohon Perkara Nomor 83/PUU-XXII/2024 ini, ketentuan norma dalam pasal tersebut membuka ruang yang begitu besar bagi perusahaan asuransi memanfaatkan peraturan undang-undang guna kepentingan pribadi perusahaan.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News