Media Asuransi, JAKARTA – Di bawah kepengurusan terbarunya, Perkumpulan Underwriter Jiwa Indonesia (Peruji) mempunyai mimpi besar. Mimpinya itu dengan menyatukan langkah seluruh pemangku kepentingan asuransi dalam bentuk sinergi digitalisasi dan penyatuan big data.
Ketua Umum Peruji sekaligus Director Life & Health Business PT Indoperkasa Suksesjaya Reasuransi (Inare) Dessy Kusumayati mengungkapkan, melalui kepengurusan baru ini, Peruji fokus dengan kondisi underwriting ke depannya.
“Digitalisasi yang akan pasti sudah ada ke depan, dan mau atau tidak mau akan kita lakukan,” ujar Dessy, kepada Media Asuransi, di Workshop Peruji, Rabu, 23 April 2025.
|Baca juga: Bawa Kabar Buruk, IMF Sebut Risiko Stabilitas Keuangan Global Meningkat!
|Baca juga: IMF Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Jadi 4,7% di 2025, Tarif AS Jadi Biang Kerok!
Dengan langkah itu, Peruji berencana menggelar Summit Underwriting pada 13-15 Agustus 2025 di Semarang. Acara ini diharapkan agar pemangku kepentingan dapat berfokus untuk melakukan digitalisasi terkait proses underwriting dan klaim.
“Jadi harus sinergi antara yang depan sama yang belakang. Jangan sampai di depan dilonggarin, di belakangnya kebobolan. Atau misalkan depannya diperketat, tapi nanti penjualannya jadi tidak bisa dijual,” ucapnya.
Selain digitalisasi, Wakil Ketua Umum Peruji Aditia Gani Ardhi menambahkan, hal lain yang juga berkaitan adalah penggunaan big data. Dengan penggunaan big data, impian Peruji ialah menyatukan data lebih baik sehingga nantinya pengambilan keputusan termasuk menentukan premi bisa lebih tepat.
“Jadi big data itu adalah penyatuan data dari asuransi swasta. Karena asuransi swasta itu kan sekarang harganya menggunakan datanya mereka sendiri, masing-masing. Kita inginnya itu menyatukan data,” jelasnya.
|Baca juga: 3 Kursi Direksi Asuransi Jasindo Kosong
|Baca juga: Bos Sinarmas Indra Widjaja Kembali Mangkir dari Panggilan KPK
Nantinya, jika big data dapat berjalan maka penentuan premi akan menjadi lebih kompleks. Hal ini disebabkan data yang dijadikan acuan menjadi lebih besar dan nyata. Aditya melanjutkan proses ini bakal panjang lantaran membutuhkan sinergi lembaga data dan sinergi kelembagaan stakeholder terkait.
“Tentunya kalau kita bisa ngebut, ini bisa dilakukan. Tapi kalau memang tidak bisa, inginnya atau setidaknya ada dasar untuk menyatukan data itu. Kalau kita tidak bisa realisasikan dalam waktu dekat, ya setidaknya kita mau menjadi pionir untuk melakukan itu,” pungkas Aditya.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

