Media Asuransi, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) berencana untuk mengurangi jumlah instrumen atau outstanding Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Upaya itu dalam rangka mendorong ekspansi likuiditas dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas (DPMA) BI Erwin Gunawan Hutapea menjelaskan pelonggaran likuiditas dilakukan secara bertahap melalui pengurangan outstanding SRBI agar dana perbankan lebih leluasa mengalir ke sektor riil.
|Baca juga: SEOJK Penguatan Ekosistem Asuransi Kesehatan Siap Meluncur, AAUI Minta Industri Asuransi Berbenah
|Baca juga: AAUI Canangkan Penyusunan Clinical Pathway Nasional untuk Tekan Klaim Asuransi Kesehatan
“Bank Indonesia mencoba merilis likuiditas yang ada untuk dapat digunakan oleh perbankan. Kalau likuiditasnya longgar, alirannya ke industri itu lebih banyak,” kata Erwin, dalam Taklimat Media, di Jakarta, Rabu, 7 Mei 2025.
Merujuk data BI, nilai outstanding SRBI telah turun sebesar Rp41,67 triliun sejak akhir 2024 yang tercatat di level Rp923,53 triliun, menjadi Rp881,86 triliun per 21 April 2025.
Menurut Erwin, langkah tersebut ditempuh setelah BI melihat adanya perlambatan pertumbuhan ekonomi pada kuartal I/2025 yang hanya mencapai 4,87 persen (year on year/yoy), lebih rendah dibandingkan dengan kuartal yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,11 persen.
|Baca juga: Asuransi Kecelakaan dan Kesehatan RI Diramal Meroket 13,4% hingga 2029, Apa Pendorongnya?
|Baca juga: Klaim Asuransi Kesehatan Tinggi, IFG Progress: Tidak Sehat bagi Industri!
|Baca juga: AAUI Siapkan Langkah Perbaikan Menyeluruh untuk Tekan Beban Klaim Asuransi Kesehatan
“Kami ingin operasi BI berdampak pada ekspansi untuk mendorong pertumbuhan, apalagi di tengah situasi pertumbuhan yang menurun,” ujarnya.
Erwin menambahkan meskipun BI telah mengeluarkan insentif melalui Kebijakan Likuiditas Makroprudensial (KLM), namun penyaluran kredit perbankan masih cenderung lambat. Oleh sebab itu, pengurangan SRBI menjadi instrumen tambahan dalam strategi pelonggaran likuiditas untuk memicu kredit kepada dunia usaha dan masyarakat.
“Volume pasar uang dan valas juga terjaga baik, mencerminkan pasar yang berfungsi dengan baik dan siap memfasilitasi kebutuhan korporasi,” tutupnya.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

