1
1

Wacana Pemotongan Gaji Karyawan untuk Pensiun Tambahan, Legislator: Cekik Ekonomi Rakyat!

Ilustrasi. | Foto: Setkab

Media Asuransi, JAKARTA — Rencana pemerintah untuk menerapkan aturan pemotongan gaji karyawan demi program pensiun tambahan wajib mendapat sorotan tajam dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).

Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher menilai kebijakan tersebut bisa semakin membebani karyawan yang saat ini sudah menanggung berbagai potongan gaji. Dia meminta agar pemerintah tidak terburu-buru dalam menerapkan aturan anyar itu.

|Baca juga: Dilantik Jadi Anggota Dewan Komisioner LPS, Berikut Profil Aida Suwandi Budiman

“Saat ini gaji pegawai swasta sudah dipotong membayar Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan. PNS dipotong Taspen dan TNI/Polri dipotong Asabri. Itu saja sudah cukup berat. Jika ditambah potongan dana pensiun lainnya, ini bakal mencekik ekonomi rakyat berpenghasilan rendah,” ujar Netty, dikutip laman resmi DPR, Rabu, 11 September 2024.

|Baca juga: Saham TUGU to the Moon, Seminggu Melonjak 8,85%

Rencana kebijakan ini bermula dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menyebut pemotongan tambahan gaji untuk program pensiun wajib merupakan bagian dari amanat UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).

|Baca juga: Profil Jeffry Haryadi Manullang yang Jadi Dirut Baru Asabri

|Baca juga: Generali Indonesia Bayarkan Klaim Rp4,5 Miliar ke Nasabah di Semarang

Namun, Netty mengingatkan, aturan ini perlu dipertimbangkan lebih lanjut, terutama mengingat kondisi ekonomi masyarakat saat ini yang masih belum stabil. Netty mengkhawatirkan potongan tambahan ini akan mengurangi kemampuan karyawan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

“Jangan sampai karena memprioritaskan dana pensiun yang dinikmati di hari tua, tetapi dana untuk kebutuhan sehari-hari malah berkurang,” tegasnya.

Aturan yang dimaksud tepatnya adalah Pasal 189 ayat 4 UU P2SK yang menyatakan pemerintah dapat melaksanakan program pensiun tambahan yang bersifat wajib di luar program Jaminan Hari Tua (JHT) dan jaminan pensiun yang sudah ada melalui BPJS Ketenagakerjaan, Taspen, serta sistem jaminan sosial nasional lainnya.

OJK juga menyatakan program pensiun wajib baru itu dapat meningkatkan manfaat uang pensiunan yang didapat karyawan mengingat selama ini para pensiunan hanya menerima manfaat dana pensiun sekitar 10-15 persen dari gaji terakhir mereka, sementara standar dari International Labour Organization (ILO) berada jauh lebih tinggi, yakni mencapai 40 persen.

Meskipun ILO mengatur manfaat pensiun idealnya diterima 40 persen, namun menurut Netty, pemerintah juga harus mempertimbangkan kondisi perekonomian setiap negara yang berbeda. Ia mengatakan standar ILO tidak bisa serta merta membuat tambahan potongan gaji lagi untuk dana pensiun pegawai.

|Baca juga: Asuransi Cakrawala Proteksi Indonesia Jalin Kerja Sama dengan MNC Bank

“Pemerintah harus juga mempertimbangkan konteks upah di Indonesia yang kenaikannya tidak berbanding lurus dengan kenaikan kebutuhan hidup. Jangan sampai karena memprioritaskan dana pensiun yang dinikmati di hari tua, tetapi dana untuk kebutuhan sehari-hari malah berkurang. Kondisi ini bakal menurunkan daya beli masyarakat,” imbuhnya.

Program potongan gaji karyawan untuk dana pensiun tambahan ini disebut masih dalam penggodokan lewat penerbitan Peraturan Pemerintah (PP). Nantinya OJK akan bertindak sebagai pengawas dalam harmonisasi seluruh program pensiunan.

Komisi IX DPR yang membidangi urusan ketenagakerjaan tersebut mengingatkan pemerintah agar tidak buru-buru dalam menerapkan aturan itu. Pemerintah juga diminta untuk meluruskan niat dalam setiap pengambilan kebijakan terkait pengumpulan dana dari masyarakat secara transparan.

“Pastikan kebijakan berangkat dari ide memberikan kesejahteraan pada rakyat, bukan sebaliknya. Jangan sampai ada ide pengumpulan dana masyarakat untuk kepentingan mendesak pemerintah, misal untuk membayar utang negara yang jatuh tempo,” tukasnya.

Netty menyoroti masih banyaknya praktik-praktik kecurangan dalam pengelolaan dana pensiun sehingga masyarakat tidak betul-betul menerima penuh dana pensiun dari total potongan gaji selama mereka bekerja. Untuk itu, ia menilai, sebaiknya pemerintah fokus memperbaiki pengelolaan dana pensiun yang sudah ada daripada membuat program baru.

|Baca juga: Ini Respons OJK atas Pembelian Saham BRI MI oleh Amundi

|Baca juga: Panin Dai-ichi Life Resmikan Kantor Pemasaran Baru di Jakarta Barat

“Misalnya menindak tegas adanya praktik jahat di lembaga-lembaga pengelola dana pensiun yang banyak dikeluhkan masyarakat. Seperti tentang tidak cairnya 100 persen atau tak sesuai aturan dana pensiun,” ungkap Netty.

Menurut Netty, kasus-kasus korupsi di lembaga pengelola dana pensiun seperti Taspen merupakan bukti masih banyak persoalan yang harus dibenahi dalam pengelolaan dana pensiun. “Program yang ada saja belum terkelola dengan baik, bagaimana mau ditambah program baru. Jangan sampai jadi ajang korupsi lagi,” pungkasnya.

Editor: Angga Bratadharma

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post BCA Jalin Kerja Sama dengan RSU Queen Latifa Yogyakarta
Next Post Gandeng Tesla, Zurich Fasilitasi Asuransi Kendaraan Listrik di Australia

Member Login

or