1
1

Mandiri Sekuritas Proyeksikan IHSG Lebih Kuat di Akhir 2024

PT Mandiri Sekuritas (Mandiri Sekuritas/Perusahaan), merupakan salah satu perusahaan anak dari Bank Mandiri. | Foto: Mandiri Sekuritas

Media Asuransi, JAKARTA – PT Mandiri Sekuritas (Mandiri Sekuritas) pada 28 Agustus 2024 lalu menaikkan proyeksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akhir tahun 2024 menjadi 7.800 dengan bull case mencapai 8.000. Sebelumnya proyeksi Mandiri Sekuritas adalah 7.460 dengan bull case 7.640. Hal ini setelah memperhitungkan penurunan suku bunga The Fed dan BI yang lebih agresif.

Head of Equity Analyst and Strategy Mandiri Sekuritas, Adrian Joezer, mengatakan bahwa kuatnya imbal hasil lebih lanjut akan menjadikan IHSG sebagai kelas aset yang menarik saat ini dengan pendapatan delapan persen dan imbal hasil dividen lima persen. Dengan membaiknya cakupan pasar dan revisi laba yang positif baik pada saham-saham berkapitalisasi besar maupun menengah, IHSG masih tetap menarik, terutama mengingat menguatnya nilai tukar Rupiah pada kuartal ini. Di antara proksi yang sensitif terhadap tingkat suku bunga (rate sensitive proxies), posisi tetap ringan di sektor consumer cyclicals (retail, otomotif, teknologi), serta towercos.

|Baca juga: Mandiri Sekuritas Tawarkan Investasi di SBN Syariah SR021

“Kami memproyeksikan IHSG dapat mencapai 7.800-8.000 pada akhir tahun 2024. Mandiri Sekuritas menaikkan target IHSG dari 7.460 karena kami menaikkan asumsi penurunan suku bunga The Fed dari 25bps (basis points) menjadi 50-75bps, dengan penurunan suku bunga BI yang lebih agresif yaitu sebesar 50bps, bukan 25bps,” kata Adrian dalam keterangan resmi, Selasa, 3 September 2024.

Menurut dia, pasar kini mengabaikan penurunan suku bunga Fed sebesar 100bps tahun ini, yang masih bisa berubah. Valuasi IHSG, khususnya saham-saham big caps, masih tergolong murah. “Meskipun imbal hasil INDOGB10Y telah menurun dari 7,2 persen menjadi 6,6 persen, penurunan lebih lanjut ke level rendah minus enam persen dan lebih kecil dari enam persen akan menjadikan IHSG sebagai kelas aset yang menarik di dalam negeri, mengingat imbal hasil pendapatan delapan persen dan imbal hasil dividen lima persen,” jelas Adrian.

Market breadth juga membaik tidak seperti pada tahun 2023 ketika empat bank besar menjadi penggerak indeks, revisi pendapatan, dan arus asing. Perusahaan berkapitalisasi besar maupun berkapitalisasi kecil-menengah SMID mengalami peningkatan rasio revisi EPS dalam dua bulan terakhir.

Sementara apresiasi rupiah sebesar lima persen pada kuartal ini dan stabilnya penurunan harga batu bara year on year (yoy) akan membalikkan pertumbuhan yoy pada EBIT korporasi eks-bank menjadi positif.

|Baca juga: Mandiri Sekuritas Luncurkan Growin’

Penguatan rupiah juga akan meningkatkan ruang bagi pelonggaran kebijakan dalam negeri, seperti penurunan suku bunga yang diperkirakan sebesar 50 bps tahun 2024 dan ekspansi likuiditas dibandingkan dengan semester I/2024. Hal ini akan berdampak positif terhadap biaya dana bank, dan juga bagi perusahaan yang memiliki leverage tinggi.

Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja (APBN) tahun 2025, dengan pertumbuhan pendapatan yang lebih kuat sebesar 6,9 persen dan pertumbuhan belanja yang lebih lambat sebesar 5,9 persen, menghasilkan defisit fiskal yang lebih rendah dari perkiraan sebesar 2,5 persen, menguntungkan bagi obligasi dan rupiah.

Meskipun proksi konsumsi beberapa saham tetap menjadi pilihan utama karena adanya jaring pengaman sosial yang mendukung, kehati-hatian fiskal menjadi pertanda baik bagi kuatnya nilai tukar rupiah, yang mendukung proksi pendapatan menengah ke atas, yang didorong oleh potensi diskresi pemulihan belanja.

“Rencana kenaikan PPN dan reformasi perpajakan dapat menimbulkan hambatan pertumbuhan jangka pendek, namun diperkirakan akan memperbaiki rasio pajak dan kekuatan ekonomi dalam jangka menengah dan panjang,” kata Adrian.

Di sisi lain, reksa dana domestik, berdasarkan data bulan Juli 2024, memiliki posisi yang kuat pada sektor consumer non-cyclicals, infrastruktur, Big-4 Banks, dan properti, telekom, towercos, dan consumer cyclicals yang mendapatkan keuntungan dari penurunan suku bunga dan penguatan rupiah.

Editor: S. Edi Santosa

 

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Peringati Milad ke-2, BSI Maslahat Gelar Ekspedisi Kemaslahatan ke Gunung Lawu
Next Post Jasindo Salurkan Dana TJSL Rp550 Juta untuk Sarana Prasarana dan Pertanian

Member Login

or