Oleh Budi Sartono Soetiardjo
Negara bagian California, Amerika Serikat tengah dilanda bencana besar. Berawal dari kebakaran hutan, sekitar 12.000 bangunan rumah, gedung mewah, tempat hiburan, pertokoan, supermarket, kafe, restoran, dan taman-taman indah di Los Angeles, ludes terbakar habis dilalap si jago merah.
Kebakaran hutan di Los Angeles (LA) adalah yang terbesar di sepanjang sejarah negeri Pamah Sam. Kerugian sementara atas aset dan properti (yang sudah diasuransikan) mencapai US$20 miliar. Sedang yang tak diasuransikan lebih besar lagi, mencapai US$100 miliar. Adapun akumulasi kerugian diperkirakan mencapai Rp2.200 triliun, itu belum termasuk santunan untuk 25 orang warga setempat yang meninggal di lokasi kejadian.
California adalah negara bagian di Amerika Serikat yang selalu menjadi langganan kebakaran hutan. Hampir di sepanjang tahun kebakaran selalu terjadi yang frekuensinya tak kurang dari 5.000 kali, sehingga para analis risiko menilai California adalah negara bagian yang cukup ‘istimewa’ jika ditinjau dari tingginya tingkat kebakaran.
Angin kering yang berhembus kencang, hampir setiap saat menerpa Los Angeles, adalah penyebab utama terjadinya kebakaran hutan.
Hanya perusahaan asuransi yang bekelas jumbo, bermodal sangat besar yang berani masuk ke Los Angeles dan kota-kota lain di negara bagian California. Diprediksi, akibat bencana kebakaran di California, banyak perusahaan asuransi berpotensi bangkrut, tidak mampu membayar klaim yang nilainya sangat fantatis.
California adalah satu-satunya negara bagian di Amerika Serikat yang cukup unik, memberlakukan klausula asuransi No Exclusion untuk risiko kebakaran hutan. Tampaknya, prinsip “Uncertainty” dalam teori asuransi tak berlaku di negara tersebut. Risiko kebakaran hutan yang potensial merembet ke pemukiman warga, sudah dipastikan sering terjadi yang membuat perusahaan asuransi harus berpikir ulang bila ingin beroperasi di negara bagian California. Jika tak ingin babak-belur dihajar klaim.
Industri asuransi dengan konsep bisnisnya yang berbasis alih risiko, sudah barang tentu harus konsisten memegang teguh prinsip manajemen risiko yang prudent dan selektif, melalui kerja-kerja underwriting yang terukur.
Salam,
Penulis adalah Pemerhati Publik & Asuransi
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News