1
1

BPJS Kesehatan Lakukan Penguatan Sistem Anti Kecurangan

Pelayanan peserta BPJS Kesehatan di sebuah Rumah Sakit di Jakarta. | Foto: Media Asuransi/Arief Wahyudi

Media Asuransi, JAKARTA – BPJS Kesehatan terus memperkuat komitmennya menanggulangi kecurangan (fraud) dalam pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Seiring dengan meningkatnya jumlah peserta dan layanan yang diberikan, BPJS Kesehatan melihat pentingnya upaya pengendalian yang lebih ketat agar program ini dapat berjalan sesuai tujuan, yaitu memberikan layanan kesehatan berkualitas bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Direktur Kepatuhan dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan, Mundiharno, mengatakan bahwa upaya pencegahan dan penanganan kecurangan merupakan bagian integral dari tata kelola yang baik. Kecurangan dalam pelayanan kesehatan dapat merugikan keuangan negara serta mengurangi kualitas layanan yang diterima peserta.

“Sistem anti fraud terdiri dari berbagai komponen, seperti pencegahan, deteksi, investigasi, dan penindakan. BPJS Kesehatan terus melakukan penguatan terhadap seluruh elemen ini, baik secara internal maupun bekerja sama dengan pihak eksternal sehingga semakin efektif dalam mencegah dan menindak kecurangan,” ungkap Mundiharno dalam kegiatan Focus Group Disscussion Anti Kecurangan dan Workshop Teknologi Informasi AI.

|Baca juga: Klaim Fiktif BPJS Kesehatan Menjamur, Stranas PK: Perlu Ditindak Pidana!

Langkah-langkah konkret yang dilakukan BPJS Kesehatan antara lain dengan memperkuat sistem teknologi informasi yang mampu mendeteksi potensi tindakan kecurangan. Selain itu, BPJS Kesehatan juga memperluas kolaborasi dengan instansi lembaga pengawasan terhadap kecurangan untuk melakukan audit dan pengawasan terhadap fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.

“Dengan berbagai langkah ini, BPJS Kesehatan optimistis bahwa pelaksanaan Program JKN akan semakin transparan dan akuntabel, serta memberikan manfaat yang maksimal bagi seluruh peserta. Ke depan, kami akan terus meningkatkan pengawasan dan evaluasi agar Program JKN tetap berjalan sesuai harapan dan bebas dari tindakan kecurangan,” tambah Mundiharno dalam keterangan resmi, Kamis, 12 September 2024.

Asisten Deputi Jaminan Sosial Kemenko PMK, Niken Ariati, mengatakan bahwa upaya pencegahan kecurangan dalam penyelenggaraan Program JKN memerlukan efek jera (deterrence effect) karena pembiayaan negara sudah sangat besar pada sektor kesehatan. Seiring peningkatan alokasi dana tersebut, risiko kerugian akibat tindakan kecurangan juga semakin besar.

Menurutnya, salah satu langkah penting yang perlu diambil adalah memperkuat digitalisasi sebagai bagian dari strategi pencegahan kecurangan. Digitalisasi memungkinkan deteksi dini terhadap potensi kecurangan dengan memanfaatkan data dari berbagai sumber untuk dianalisis secara lebih mendalam. Penggunaan teknologi ini dianggap krusial karena potensi kerugian biaya akibat kecurangan bisa sangat besar jika tidak segera terdeteksi.

|Baca juga: BPJS Kesehatan Luncurkan Inovasi Digital Face Recognition (FRISTA)

“Digitalisasi memainkan peran kunci dalam memastikan bahwa seluruh data dari berbagai sumber dapat diolah dan dianalisis secara efisien untuk mendeteksi anomali atau potensi tindakan kecurangan. Dengan teknologi yang canggih, kami bisa lebih cepat dan akurat dalam menemukan indikasi kecurangan serta mengambil tindakan pencegahan lebih dini,” ujar Niken.

Konsultan dan Peneliti Bidang Anti Fraud Kesehatan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan  Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gajah Mada (PKMK KMK UGM), Puti Aulia Rahma, mengatakan bahwa proses deteksi risiko kecurangan dilakukan oleh dua aktivitas besar yaitu data maping dan data mining, termasuk bauran data untuk menemukan kecurangan dari setiap pelaku baik peserta, pegawai BPJS Kesehatan, fasilitas kesehatan, dan pemangku kepentingan.

Data mapping dilakukan dengan mengidentifikasi pola-pola yang terbentuk dari data yang dikumpulkan, sementara data mining memanfaatkan teknik analisis canggih untuk menggali lebih dalam, mencari anomali, atau pola-pola tidak wajar yang bisa menjadi tanda adanya tindakan fraud. Dengan mengombinasikan berbagai sumber data, kami bisa lebih akurat dalam mengidentifikasi potensi kecurangan yang terjadi di berbagai level,” tambahnya.

Editor: S. Edi Santosa

 

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Syngenta Rayakan 60 Tahun Kemitraan Strategis dengan Petani
Next Post Bank MAS Angkat Edwin Ariono Sebagai Direktur Layanan Perbankan Digital dan Ritel Banking

Member Login

or