Media Asuransi, JAKARTA – Masih ingat dengan #KaburAjaDulu yang mewarnai jagat media sosial pada Februari lalu? Hal ini diindikasikan sebagai wujud frustrasi angkatan kerja terhadap terbatasnya kesempatan kerja di dalam negeri, khususnya di sektor formal.
Data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menunjukkan bahwa jumlah angkatan kerja di Indonesia rata-rata mencapai 3,3 juta per tahun selama delapan tahun terakhir. Di sisi lain, hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Februari 2024 menunjukkan bahwa dari 142,18 juta orang yang bekerja, sebanyak 59,17 persen penduduk yang bekerja di kegiatan informal atau berjumlah 84,13 juta orang.
Sementara itu, Survei Konsumen Bank Indonesia pada Februari 2025 menunjukkan prakiraan konsumen terhadap ketersediaan lapangan kerja pada enam bulan mendatang tetap berada dalam level optimis, dengan indeks tertinggi pada responden berpendidikan sarjana, yakni sebesar 141,5. Meski demikian, perkembangan optimisme responden tersebut berkurang dibandingkan bulan sebelumnya, terutama pada kelompok responden pascasarjana. Sedangkan berdasar kelompok usia, Indeks Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja tertinggi pada kelompok usia 41-50 tahun, dengan indeks mencapai 138,2.
|Baca juga:Airlangga: 147 Juta Angkatan Kerja RI Wajib Beradaptasi dengan Kemajuan Teknologi
Angka-angka di atas, khususnya jumlah angkatan kerja yang besar tiap tahunnya, bukan berarti memudahkan para manajer HR (human resource) atau HC (human capital) dalam mengisi berbagai posisi yang kosong di perusahaan. Karena untuk beberapa posisi, jumlah angkatan kerja yang tersedia sangat terbatas, sehingga terjadilah ‘perebutan’ dengan perusahaan lain untuk mendapatkan talent terbaik itu.
Di sinilah perlunya strategi talent acquisition & retention yang tepat agar mereka mau bergabung di perusahaan. Director Work & Rewards-Indonesia PT Towers Watson Indonesia, Silvia Rianawati, mengatakan bahwa saat ini penting sekali untuk membandingkan remunerasi yang ditawarkan oleh perusahaan dengan pasar.
“Salah satu alasan utama kenapa orang bekerja adalah untuk mendapatkan nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Di pasar yang kompetitif, jika perusahaan tidak mampu membayar sesuai pasar, maka akan membuat karyawan tertarik untuk pindah ke tempat lain. Namun perusahaan tidak bisa juga melakukan salary review terus-menerus. Jadi harus ada kompromi antara kebutuhan karyawan dan kemampuan organisasi,” katanya.
Menurut Silvia, ada beberapa strategi utama dalam akuisisi dan retensi. Pertama, strategi remunerasi yang align dengan strategi bisnis. Kedua, merancang paket gaji yang menarik dan tunjangan yang komprehensif. Ketiga, memberikan peluang untuk pengembangan karier.
|Baca juga:Garuda Berikan Diskon Tiket Pesawat untuk Pekerja Migran Indonesia yang ke Luar Negeri
“Memberikan program pelatihan dan kemajuan karier untuk karyawan, serta menjaga karyawan agar tetap terlibat dan siap untuk peran masa depan dalam perusahaan,” tuturnya.
Keempat, flexi working hours atau pengaturan kerja fleksibel. Kelima, memupuk budaya kerja yang positif, yakni memupuk lingkungan yang inklusif dan mendukung karyawan merasa dihargai dan termotivasi. Keenam, memanfaatkan teknologi dan data science. Serta ketujuh, meningkatkan employee experience.
Beda Level, Beda Strategi Remunerasi
Silvia Rianawati menyatakan bahwa berdasar data yang WTW terima, saat ini perkembangan di industri asuransi bergerak positif ke atas. Artinya bahwa paket remunerasi yang diberikan mengalami kenaikan, hal ini dapat memberikan daya saing yang kuat dengan industri lain.
Kebijakan remunerasi yang baik, dapat berupa dengan memberikan program pengembangan keterampilan dan pelatihan, memberikan informasi tentang jalur karier yang jelas dan terstruktur, pengembangan kepemimpinan, memberikan program pengembangan pribadi dan keseimbangan kerja, memberikan insentif berbasis kinerja dan penghargaan.
|Baca juga: Catat! Ini 10 Pekerjaan yang Paling Dicari dan Bergaji Tinggi di 2025
Berdasar data WTW, ada perbedaan sedikit terkait proporsi kompensasi antarlevel. Biasanya untuk entry level, komposisi kompensasinya memiliki porsi 92 persen guaranteed cash (gaji dan tunjangan) dan 8 persen bonus. Sedangkan untuk middle level memiliki porsi 85 persen guaranteed cash dan 15 persen bonus. Sementara itu, top level memiliki porsi 75 persen guaranteed cash dan 25 persen bonus.
“Pemberian benefit yang menarik, akan menjadi daya tarik para talent dari luar serta bisa mempertahankan talent yang sudah ada. Untuk menarik talent juga diperlukan beberapa hal seperti menciptakan lingkungan kerja yang positif, memberikan jalur pertumbuhan karier yang jelas,” kata Silvia.
Mempertahankan Talent
“Sangat penting bagi perusahaan untuk memiliki strategi remunerasi. Jadi tidak reaktif, misalnya ada yang mengajukan resign, terus keputusannya menaikkan gaji. Perusahaan harus punya konsep yakni total guaranteed cash atau total cash,” jelasnya.
Perusahaan biasanya menawarkan berbagai remunerasi dan benefit yang menarik untuk mempertahankan dan memotivasi karyawan. Ada 4 hal yang paling umum ditawarkan oleh perusahaan sebagai bagian dari upaya untuk mempertahankan talent-talent terbaik. Pertama, memberikan remunerasi yang kompetitif dengan market (pasar) yakni meliputi: gaji, tunjangan rumah, tunjangan transportasi, tunjangan makan, tunjangan telekomunikasi, tunjangan jabatan, bonus (incentive), bonus berdasarkan kinerja, sales incentive (komisi), dan manfaat pensiun (dana pensiun).
|Baca juga: Waspada, Ini 5 Kebiasaan yang Bikin Keuangan Pekerja Milenial Berantakan!
Kedua, benefit (manfaat) yang meliputi benefit kesehatan, pemberian kendaraan operasional/COP (car ownership program), cuti, layanan konseling dan dukungan Program Bantuan Karyawan (EAP), serta manfaat Keseimbangan Kerja-Kehidupan (Work Life Balance). Keempat, budaya dan nilai-nilai perusahaan. Kelima, keamanan dan stabilitas kerja.
“Untuk tunjangan transportasi, bagi karyawan di entry level atau level bawah biasanya dapat uang. Namun untuk yang atas, biasanya level manajer ke atas, dapatnya benefit misalnya pemberian kendaraan operasional atau car ownership program atau COP, yakni diberikan mobil, biasanya perusahaan kerja sama dengan leasing sehingga kreditnya juga dibantu oleh perusahaan, setelah 5 tahun mobilnya boleh dibawa pulang,” jelas Silvia.
COP ini merupakan bagian dari strategi retention, karena kalau si karyawan berhenti kerja sebelum programnya selesai, maka dia harus menebus mobilnya atau membayar ganti secara proporsional atau membayar penalti. Sehingga biasanya jika baru berjalan 3 tahun, orang berpikir ulang jika harus mengundurkan diri karena merasa sayang hanya kurang dua tahun untuk mendapatkan hak penuh atas mobil ini.
Akhirnya memutuskan untuk meneruskan sampai selesai programnya 5 tahun. Atau jika kantornya yang baru sangat tertarik merekrut orang tersebut, biasanya diberikan signing bonus, sehingga dana untuk menebus mobilnya dibayar oleh perusahaan baru yang merekrutnya. Ini biasanya untuk yang high potential, jadi bukan berlaku untuk semua karyawan.
Editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Jangan Minder, Begini Caranya Dilirik HRD Meski Belum Punya Pengalaman Kerja!
Minggu, 20 April 2025Sering Merasa Kurang Pede? Yuk, Bangun Kepercayaan Dirimu Melalui Tips Ini!
Minggu, 20 April 2025
