Media Asuransi, JAKARTA – Wakil Ketua Umum III Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) Anggie Ariningsih menilai Penyelenggara Agregasi Jasa Keuangan (PAJK) dapat menjadi inovasi teknologi sektor keuangan yang semakin mempercepat akselerasi inklusi keuangan di Indonesia.
Menurutnya, dengan mengintegrasikan berbagai produk keuangan dari lembaga seperti Bank Perkreditan Rakyat (BPR), PAJK mempermudah masyarakat dalam mengakses layanan simpanan deposito secara digital, meningkatkan transparansi, dan memudahkan transaksi, sehingga hal ini mampu mendorong pertumbuhan ekosistem fintech yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
|Baca juga: Kredit Permata Bank Tumbuh 6% di Kuartal I/2025
|Baca juga: Waspada, BI Sebut Ekonomi RI Terancam Terjepit Dampak Perang Dagang AS dan China!
“Platform PAJK yang terintegrasi dengan BPR merupakan inovasi yang menjembatani kebutuhan masyarakat akan akses keuangan yang lebih mudah, aman, transparan, dan terjangkau,” ujar Anggi, dalam Fintech Talk bertajuk ‘Penyelenggara Agregasi Jasa Keuangan: Harapan Baru Akselerasi Inklusi Keuangan‘, bersama DepositoBPR by Komunal, di Jakarta, Rabu, 23 April 2025.
Sekretaris Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Jimmy Ardianto saat menyampaikan keynote speech menjelaskan jaminan simpanan adalah elemen penting untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem keuangan.
“Di tengah transformasi digital sektor keuangan, LPS terus mendorong kolaborasi antara PAJK dengan BPR untuk dapat meningkatkan akses keuangan kepada masyarakat yang lebih inklusif,” ujarnya.
Kepala Departemen Pengaturan dan Perizinan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (IAKD) OJK Djoko Kurnijanto menekankan PAJK merupakan solusi konkret bagi pendalaman pasar dan perluasan akses keuangan.
“PAJK dapat memperluas inklusi, memperkuat intermediasi, dan meningkatkan efisiensi pasar keuangan,” tegasnya.
|Baca juga: Asuransi dan Dana Pensiun Jadi Pahlawan Baru di Proyek Infrastruktur, Bank Kalah Saing?
|Baca juga: Pemerintah Dinilai Perlu Berikan Insentif hingga Paket Kebijakan Hadapi Tarif AS
Dalam sesi diskusi panel, Direktur Utama Komunal Sejahtera Indonesia (KSI) Kendrick Winoto menyampaikan, digitalisasi dan agregasi produk deposito pada BPR bertujuan untuk mengatasi keterbatasan akses dan transparansi di sektor keuangan mikro.
Direktur Utama BPR Artatama Murni Pandiangan menambahkan BPR memiliki potensi besar dalam mendukung inklusi keuangan di daerah terpencil yakni berkolaborasi dengan PAJK. Namun, tantangan terbesar yang masih ada adalah literasi keuangan yang belum merata dan akses teknologi yang belum sepenuhnya inklusif.
|Baca juga: Bawa Kabar Buruk, IMF Sebut Risiko Stabilitas Keuangan Global Meningkat!
|Baca juga: IMF Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Jadi 4,7% di 2025, Tarif AS Jadi Biang Kerok!
Certified Financial Planner Lolita Setyawati juga menekankan perlunya edukasi untuk mendorong masyarakat agar dapat membuat keputusan finansial yang cerdas dan aman.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

