Butuh waktu lebih dari 5 tahun bagi industri asuransi Indonesia untuk bisa memiliki Lembaga Penjamin Polis (LPP). Padahal keberadaan LPP merupakan mandat dari Pasal 53 UU No. 40/2014 tentang Perasu ransian yang mengamanatkan pembentukan LPP maksimum 3 tahun setelah UU Perasuransian berlaku.
Keberadaan lembaga ini diharapkan dapat mengembalikan dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi, terlebih dalam kondisi saat ini yakni adanya sejumlah perusahaan asuransi yang mengalami gagal bayar klaim. Pasalnya, lembaga ini akan memberikan jaminan atas pembayaran klaim asuransi kepada nasabah jika perusahaan asuransi mengalami kebangkrutan sehingga harus dilikuidasi.
Pada 15 Desember 2022, Rapat Paripurna DPR RI ke-13 masa persidangan II tahun sidang 2022-2023, mengesahkan RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) menjadi UU. Regulasi yang merupakan omnibus law di sektor keuangan ini menjadi payung hukum keberadaan lembaga penjamin polis. Namun, keberadaan LPP tidak seperti yang diharapkan sebelumnya dalam bentuk lembaga sendiri, melainkan masuk di bawah naungan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang selama ini telah beroperasi menjamin simpanan perbankan.
Dalam UU P2SK, peran LPS akan bertambah, karena LPS diberi mandat untuk turut melindungi dana masyarakat yang ditempatkan pada bank dan perusahaan asuransi. LPS pun harus merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan program penjaminan polis dan melaksanakan program penjaminan polis.
LPS harus menetapkan dan memungut premi penjaminan dan iuran berkala penjaminan polis, serta menetapkan dan memungut kontribusi pada saat perusahaan asuransi pertama kali menjadi peserta. Selain itu, LPS juga berwenang melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajibannya, termasuk melakukan hapus buku dan hapus tagih terhadap aset berupa piutang serta aset lainnya.
UU P2SK juga memberi wewenang kepada LPS untuk mendapat data pemegang polis, tertanggung, dan peserta asuransi. LPS juga berwenang mendapat data kesehatan perusahaan asuransi, laporan keuangan perusahaan asuransi, serta laporan hasil pemeriksaan perusahaan asuransi. LPS diperbolehkan melakukan pemeriksaan perusahaan asuransi, secara sendiri atau bersama dengan OJK.
Dalam proses transisi persiapan tersebut, setidaknya LPS membutuhkan waktu hingga 5 tahun. Menurut Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, mandat baru tersebut akan mengubah struktur di LPS seperti penambahan dewan komisioner yang khusus menangani penjaminan polis. Selain itu, LPS juga harus menentukan kriteria perusahaan asuransi dan polis asuransi yang masuk dalam program penjaminan.
Berdasar riset bertajuk Insurance Guarantee Shcemes: Cross Countries Experiances yang diterbitkan oleh IFG Progress, skema penjaminan asuransi muncul karena ada kasus kepailitan perusahaan asuransi dan sebagai respons atas krisis keuangan yang telah terjadi.
Di AS, terdapat National Organization of Life and Health Insurance Guaranty Association (NOLHGA) yang merupakan lembaga penjamin asuransi jiwa di negeri Paman Sam yang didirikan pada tahun 1983. Ketika terjadi masalah insolven pada perusahaan asuransi jiwa, NOLHGA berperan mengatur transfer polis dari perusahaan yang insolven ke perusahaan asuransi yang sehat secara finansial, memastikan bahwa klaim terutang dibayarkan, dan mengalokasikan setiap kekurangan aset.
Hingga 2006, NOLHGA telah memberikan kompensasi kepada lebih dari 2,2 juta pemegang polis di lebih dari 60 kasus insolvency di berbagai negara bagian. NOLHGA telah menjamin lebih dari US$21,2 miliar manfaat pertanggungan dan telah menyumbang US$4,4 miliar untuk memastikan bahwa pemegang polis menerima manfaat mereka.
Dari skema penjaminan asuransi yang sudah berjalan di luar negeri, didapatkan info bahwa basis untuk perhitungan iuran atau kontribusi kepada lembaga penjamin berdasar besarnya cadangan (reserve), pendapatan premi, dan jumlah polis atau fixed amount. Namun, mayoritas skema penjaminan asuransi di beberapa negara yang diamati IFG Progress, baik pada jiwa dan umum, menggunakan pendapatan premi sebagai basis perhitungan iuran.
Cakupan penjaminan asuransi umum di beberapa negara mengecualikan risiko yang berasal dari maritim, kredit/penjaminan (surety), nuklir, dan penerbangan, atau risiko-risiko yang terjadi di luar lokasi geografi negara yang menjamin. Sementara itu, hampir seluruh produk yang memberikan life and health protection pada asuransi jiwa seluruhnya dijamin, tetapi untuk produk asuransi jiwa yang berkaitan dengan investasi tidak disebutkan.
Agar tidak berlarut-larut yang hanya akan mengulur waktu implementasi program penjaminan polis ini, LPS dapat mengambil best practices IGS di luar negeri. Harapannya tidak sampai 5 tahun, LPS sudah dapat menjalankan program penjaminan polis karena keberadaan program ini sangat mendesak, dalam rangka mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap asuransi.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News