Media Asuransi, JAKARTA – Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) menggelar seminar Manajemen Risio bertema “Membangun Ketahanan Siber di Industri Asuransi Syariah”, di Jakarta, Rabu, 24 Januari 2024. Acara seminar yang dihadiri oleh 61 orang peserta yang terdiri dari perwakilan perusahaan Anggota AASI, pengurus, regulator dan tamu undangan ini diselenggarakan dalam rangka mendorong penerapan manajemen risiko siber pada industri asuransi syariah di Indonesia yang salah satunya dilandasi oleh Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 4 Tahun 2021 tentang Penerapan Manajemen Risiko Dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Lembaga Jasa Keuangan Non-bank.
Seminar ini diadakan dalam rangka membekali perusahaan anggota AASI agar lebih memperhatikan dan menjalankan tanggung jawab dalam memastikan penerapan manajemen risiko siber pada perusahaannya. Seminar ini dibuka oleh Ketua AASI, Rudy Kamdani yang dalam pidatonya menyampaikan bahwa perkembangan teknologi digital yang kian pesat, tentunya memberikan manfaat dan kenyamanan bagi nasabah melalui layanan yang lebih cepat dan mudah dilakukan.
“AASI mendukung, mendorong, dan membantu perusahaan angota untuk menerapkan serta meningkatkan perlindungan data pribadi nasabah. Tahun 2023 kita telah lalui dengan berbagai terpaan tantangan serta rintangan, dan sudah semestinya harus diapresiasi atas pencapaian yang dilakukan. Namun, di tahun 2024 ini, tentunya level tantangan juga rintangan akan berbeda dan sangat mungkin meningkat. Industri perasuransian syariah perlu menjaga ghirah dan terus meningkatkan kinerja agar dapat memenuhi ekspetasi dan menjaga kepercayaan publik di tengah tantangan yang kian kompleks,” ungkap Rudy.
Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) OJK, Asep Suwondo, menyampaikan bahwa salah satu tantangan utama di dalam penggunaan teknologi adalah insiden siber. “Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan POJK nomor 4 tahun 2021 dan Surat Edaran OJK Nomor S-257/PD.11/2023 tentang penerapan manajemen risiko, khususnya cyber risk bagi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi baik konvensional maupun dengan prinsip syariah,” katanya.
Editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News