Media Asuransi, JAKARTA – Pengamat Asuransi Azuarini Diah Parwati mengungkapkan masih rendahnya literasi asuransi di Indonesia, baik konvensional maupun syariah, menjadi salah satu faktor yang memengaruhi pertumbuhan bisnis asuransi syariah.
Meski peluang bisnis asuransi syariah cukup besar, namun literasi masyarakat yang rendah membuat produk syariah belum berkembang secara maksimal.
|Baca juga: Prudential Indonesia Gelar Literasi Keuangan Inklusif bagi Komunitas Disabilitas
|Baca juga: 12 UUS Asuransi Serahkan Bisnis Syariah, Pengamat: Bagus, Mereka Tahu Kapasitas!
“Orang Indonesia itu literasi asuransinya masih rendah, apalagi syariah. Potensi bisnis ada, tapi belum teredukasi dengan baik,” ujar Azuarini, yang juga menjabat Wakil Ketua Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (Kupasi), kepada Media Asuransi, dikutip Senin, 7 Oktober 2024.
Terkait masyarakat yang memilih produk asuransi syariah karena alasan kepatuhan terhadap prinsip agama, Azuarini mengakui, produk konvensional masih lebih mudah diakses dibandingkan dengan produk syariah.
|Baca juga: Media Sosial adalah Kunci bagi Peritel untuk Menarik Konsumen Gen Z dan Gen Alpha
|Baca juga: 5 Cara Ampuh Pertebal Dompet dengan Investasi di Reksa Dana, Mau?
Hal ini dikarenakan banyaknya produk konvensional yang tersedia secara digital dan belum adanya dorongan kuat dari regulasi agama yang mewajibkan pemilihan produk syariah. “Produk konvensional masih lebih gampang didapat, bahkan secara digital. Belum ada fatwa MUI yang tegas mengatakan bahwa orang harus memilih produk syariah,” jelas Azuarini.
|Baca juga: OJK Terus Awasi Secara Intensif 8 Asuransi dan Reasuransi yang Bermasalah
|Baca juga: Punya Riwayat Hipertensi? Kamu Wajib Baca Tips dari Sequis tentang Garam Himalaya!
Di sisi lain, Project Managing Director Karim Consulting Indonesia Rizal Arslan menyebutkan, asuransi syariah memiliki potensi bisnis besar mengingat Indonesia sebagai salah satu negara Muslim terbesar di dunia. Namun sayangnya, asuransi syariah belum memiliki fokus bisnis yang pas sehingga menimbulkan persaingan dengan asuransi konvensional.
“Sekarang asuransi syariah masih belum fokus mau ke mana, masih ngambang, kadang-kadang ada yang masih saingan sama konvensional. Jadi belum ada strategi-strategi yang cukup pas, karena kan asuransi konvenvensional pasti ada syariahnya,” jelas Rizal.
Sehingga, lanjut Rizal, ke depan bagaimana industri asuransi perlu memetakan strategi-strategi yang ada, baik dari konvensional maupun syariah. “Sehingga kedua bisnis tersebut mampu berjalan dengan baik,” ucapnya.
|Baca juga: 4 Manfaat Investasi di Bank, Lebih Cuan, Aman, dan Tenang!
|Baca juga: Orang Tua Wajib Hindari 7 Kesalahan Ini saat Merencanakan Dana Pendidikan Anak
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kontribusi premi industri asuransi syariah per Agustus 2024 mencapai Rp17,63 triliun atau tumbuh 2,90 persen secara tahun ke tahun (yoy). Secara total aset perasuransian syariah, pada periode yang sama telah mencapai Rp45,75 triliun atau baru sekitar 5,01 persen dari total seluruh aset perasuransian.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News