1
1

Mastercard Economics Institute: Ekonomi Global Masuki Era ‘Multi-Kecepatan’

Aktivitas Perekonomian Kota besar DKI Jakarta. | Foto: Lucky

Media Asuransi, JAKARTA – Mastercard Economics Institute merilis proyeksi tahunan, mendatang yang menunjukkan bagaimana ekonomi global ‘multi-kecepatan’ baru akan berdampak pada pertumbuhan dan perilaku belanja konsumen di tahun depan. Beberapa pasar akan merasakan dampak inflasi dan kenaikan suku bunga lebih tajam, pengalaman masih lebih baik daripada barang karena peningkatan permintaan perjalanan masih terus berlangsung, serta pergeseran preferensi konsumen.

Economic Outlook 2023 yang dirilis Mastercard Economics Institute mengacu pada kumpulan data publik dan eksklusif, serta model yang bertujuan memproyeksikan aktivitas ekonomi. Laporan ini mengeksplorasi empat tema yang akan terus membentuk lingkungan ekonomi global di negara-negara dan kota-kota di seluruh dunia, termasuk Indonesia dan wilayah Asia Pasifik, yakni suku bunga yang tinggi dan perumahan, pengurangan harga dan pencarian barang yang tepat, harga dan preferensi, serta guncangan dan omnichannel.

|Baca juga: Mastercard Membuat Mesin Konversi Poin  untuk Mata Uang Game

Setelah bertahun-tahun booming perumahan, suku bunga yang lebih tinggi diperkirakan akan menekan anggaran biaya hidup, serta semakin mengubah cara konsumen berbelanja. Di negara-negara maju, Mastercard Economics Institute memperkirakan pengeluaran terkait perumahan akan mengalami penurunan sekitar 4,5 persen selama tahun 2023, di bawah level sebelum pandemi. Di Thailand, pengeluaran terkait perumahan turun sebesar 1,5 poin persentase pada tahun 2022 dibandingkan tahun 2019.

Walaupun terjadi inflasi, pengeluaran konsumen secara keseluruhan akan tetap bertahan dengan konsumen memilih merek-merek yang terjangkau dan mencari nilai terbaik. Secara global, jumlah kunjungan konsumen yang membeli bahan makanan di toko fisik meningkat sebesar 31 persen tahun ini dibandingkan tahun 2019, namun pengeluaran rata-rata per kunjungan berkurang sekitar 9 persen.

Selain untuk mengatur pengeluaran, hal tersebut juga dikarenakan konsumen ingin mengurangi jumlah bahan makanan yang terbuang. Hingga September 2022, frekuensi belanja bahan makanan konsumen di Indonesia meningkat sebesar 35 persen dibandingkan September 2019, namun untuk pengeluaran berkurang 3,1 persen per kunjungan.

Karena biaya makanan dan energi menghabiskan sebagian besar dari anggaran konsumen, rumah tangga dengan pendapatan lebih rendah akan merasakan tekanan yang sangat kuat. Dari 2019 hingga 2022, Mastercard Economics Institute melihat pengeluaran diskresioner oleh rumah tangga berpenghasilan tinggi tumbuh hampir dua kali lebih cepat dari rumah tangga berpenghasilan lebih rendah.

|Baca juga: Mastercard Memperbarui Program Kartu World dan Word Elite

Namun, sebagian besar kesenjangan ini akan berkurang dengan normalisasi inflasi. Mastercard Economics Institute memperkirakan tekanan inflasi akan mereda tahun depan, dengan tingkat inflasi rata-rata negara maju turun dari 7,1 persen year on year (yoy) di kuartal IV/2022 menjadi 3,1 persen yoy di kuartal IV/2023. Di Vietnam, dari 2019 hingga 2022, pengeluaran diskresioner untuk pemegang kartu affluent naik sebesar 124,9 persen, sementara pengeluaran diskresioner untuk pemegang kartu non-affluent naik sebesar 43,3 persen, selisih 82 poin persentase.

Bisnis dengan strategi omnichannel akan lebih dapat bertahan karena berfokus pada pelanggan. Menurut analisis Mastercard Economics Institute, penggunaan strategi multichannel memberikan peningkatan sebesar 6 poin persentase pada penjualan sektor ritel selama tahun 2022.

Namun, restoran kecil dan besar dapat bertahan dari kerugian sebesar 31 persen selama puncak lockdown dengan strategi omnichannel. Selain itu, toko pakaian omnichannel kecil juga mengungguli perusahaan khusus daring dan fisik, dengan masing-masing tumbuh 10 persen dan 26 persen lebih cepat.

Chief Economist, Asia Pacific and Middle East Africa of the Mastercard Economics Institute, David Mann, mengatakan bahwa pelonggaran pembatasan perbatasan pandemi di seluruh Asia Timur Laut akan menjadi faktor perubahan besar bagi Asia Pasifik saat kita memasuki tahun 2023. Di seluruh kawasan, belanja konsumen secara luas telah pulih ke tingkat sebelum pandemi.

“Para konsumen merespons inflasi yang lebih tinggi dengan memilih merek-merek yang lebih terjangkau dan toko-toko di mana mereka bisa lebih berhemat untuk memenuhi kebutuhan mereka. Hal Ini memberi jalan untuk ‘euforia pembukaan kembali’, terutama untuk ekonomi yang bergantung pada pariwisata, di mana perjalanan, layanan perhotelan, dan pengalaman tetap merupakan bagian terbesar dari total pengeluaran konsumen,” kata David dalam keterangan resmi yang dikutip Jumat, 23 Desember 2022.

Editor: S. Edi Santosa

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Likuiditas Perbankan Memadai, Intermediasi Membaik
Next Post Market Brief: Wall Street Merosot, Dow ditutup 300 Poin Lebih Rendah

Member Login

or