Media Asuransi, JAKARTA – Baru-baru ini media sosial TikTok digemparkan oleh informasi dari akun @anti.fraud.insurance.new mengenai kasus PT Prudential Life Assurance (Prudential Indonesia) yang gagal membayarkan klaim terhadap nasabahnya.
Kasus ini menarik perhatian banyak pihak, termasuk Pengamat Asuransi Wahju Rohmanti yang memberikan pandangannya mengenai faktor-faktor penyebab penolakan klaim oleh perusahaan asuransi.
|Baca juga: Lion Parcel dan Indah Logistik Jalin Kerja Sama Strategis
|Baca juga: Pemprov DKI Bakal Naikkan UMP Tahun Depan
Menurut Wahju, penolakan klaim biasanya disebabkan oleh masalah administrasi yang lebih terkait dengan penundaan berkas atau syarat administrasi yang belum dipenuhi. Namun, masalah yang lebih sering terjadi adalah karena tidak dipenuhinya syarat-syarat teknis klaim.
“Secara alami, bisnis penolakan klaim terjadi karena tidak dipenuhinya syarat-syarat teknis. Untuk adanya penipuan dari perusahaan asuransi perlu pembuktian secara hukum, baik dua pihak atau tiga pihak dan mungkin hingga ke pengadilan,” jelas Wahju, kepada Media Asuransi, dikutip Senin, 11 November 2024.
Banyak nasabah yang tidak memahami produk asuransi yang dibeli atau tidak seksama membaca polis, sementara pihak perusahaan asuransi terkadang gagal menjelaskan produk dan ketentuan klaim secara rinci.
|Baca juga: 5 Hal Ini Wajib Dihindari saat Gunakan Kartu Kredit Demi Terbebas dari Jeratan Utang
|Baca juga: Investasi Reksa Dana Kini Cukup Bermodal Rp1.000 Saja, Tertarik?
Hal ini, menurut Wahju, sering terjadi pada asuransi unit link dan bancassurance serta dapat berujung pada kasus penipuan apabila perusahaan asuransi sengaja menutupi syarat-syarat klaim.
Wahju mengungkapkan kasus serupa cukup sering terjadi di industri asuransi Indonesia, meskipun hanya kasus yang viral yang banyak muncul di masyarakat. Ia menambahkan regulasi di Indonesia sudah cukup banyak, namun sering kali muncul terlambat atau bersifat reaktif terhadap kasus-kasus yang terjadi.
“Dulu yang dikhawatirkan dari sisi nasabah adalah adanya itikad buruk nasabah dalam mengajukan klaim, namun sekarang justru muncul bahwa itikad buruknya dari sisi perusahaan asuransi,” kata Wahju, menyoroti perubahan dalam dinamika industri asuransi.
Sebagai solusi, Wahju menyarankan agar literasi dan edukasi mengenai asuransi perlu ditingkatkan, terutama oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Menurutnya, banyak kegiatan literasi yang dilakukan selama ini lebih bersifat seremonial dan kurang memberikan pemahaman yang mendalam bagi masyarakat.
Selain itu, Wahju mengusulkan reformasi skema komisi penjualan untuk agen asuransi, yang sebaiknya tidak hanya berdasarkan omzet premi, tetapi juga berdasarkan penjualan yang sehat, yang dapat dilihat dari prestasi klaim yang dapat dipenuhi dengan baik serta pemahaman nasabah terhadap produk asuransi yang dibeli.
|Baca juga: SeaMoney dan MSIG Insurance Bersinergi Hadirkan Asuransi Perjalanan untuk Wisatawan Singapura
|Baca juga: 4 Tips Tuntaskan Masalah Keuangan yang Kerap Dihadapi Keluarga Muda
Dengan adanya perbaikan dalam regulasi, edukasi, dan sistem penjualan, Wahju berharap, kasus-kasus penolakan klaim yang merugikan nasabah bisa diminimalisir, dan kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi dapat kembali pulih.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News