Media Asuransi, JAKARTA – Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim mengumumkan pembatalan kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Keputusan itu setelah kegaduhan yang ditimbulkan dengan naiknya biaya UKT bagi tahun ajaran 2024/2025 dan usai melakukan koordinasi dengan berbagai Perguruan Tinggi Negeri (PTN), termasuk PTN Berbadan Hukum (PTN-BH).
“Terima kasih atas masukan konstruktif dari berbagai pihak. Saya mendengar aspirasi mahasiswa, keluarga, dan masyarakat. Kemendikbudristek pada akhir pekan lalu telah berkoordinasi kembali dengan para pemimpin perguruan tinggi untuk membahas pembatalan kenaikan UKT,” ujar Mendikbudristek, dikutip dari keterangan resminya, Selasa, 28 Mei 2024.
“Dan alhamdulillah semua berjalan lancar. Baru saja saya bertemu dengan Bapak Presiden dan beliau menyetujui pembatalan kenaikan UKT. Dalam waktu dekat, Kemendikbudristek akan merevaluasi ajuan UKT dari seluruh PTN,” tambah Nadiem.
Bertemu Jokowi
Nadiem bertemu dengan Presiden Joko Widodo untuk membahas berbagai isu di bidang pendidikan, termasuk UKT. Ia mengajukan beberapa pendekatan untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi mahasiswa.
|Baca juga: Presiden Komisaris Asuransi MAG Meninggal Dunia
“Saya bertemu dengan Bapak Presiden untuk membahas berbagai isu di bidang pendidikan, termasuk UKT. Saya mengajukan beberapa pendekatan untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi mahasiswa. Terkait implementasi Permendikbudristek, Dirjen Diktiristek akan mengumumkan rincian teknisnya,” kata Nadiem.
Sebagai latar belakang, Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT) diterbitkan sebagai dasar peningkatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bagi PTN dan PTN-BH.
Penyesuaian SSBOPT ini mempertimbangkan kebutuhan teknologi untuk pembelajaran, mengingat kemajuan teknologi dalam dunia kerja. SSBOPT belum diperbarui sejak 2019. Kemendikbudristek mendorong perguruan tinggi untuk memberikan pembelajaran yang relevan bagi mahasiswa.
Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 juga menekankan dua hal utama dalam penentuan UKT, yaitu asas berkeadilan dan asas inklusivitas. Sebelumnya, ada sejumlah miskonsepsi di masyarakat. Sebenarnya, Permendikbudristek ini hanya berlaku bagi mahasiswa baru.
Ada kemungkinan PTN keliru dalam menempatkan mahasiswa ke dalam kelompok UKT yang tidak sesuai dengan kemampuan ekonominya karena data yang diberikan mahasiswa tidak akurat. Lalu ada beberapa PTN yang memiliki UKT rendah atau belum disesuaikan selama lebih dari lima tahun, sehingga kenaikan UKT terasa tidak wajar.
Kemudian ada kesalahpahaman bahwa kelompok UKT tertinggi berlaku untuk kebanyakan mahasiswa. Padahal, hanya 3,7 persen mahasiswa baru yang ditempatkan pada kelompok UKT tertinggi.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News