Selama dua hari, Senin dan Selasa (29 dan 30 Agustus 2016) diselenggarakan Indonesia Fintech Festival and Conference 2016 di the ICE Indonesia, BSD Tangerang. Indonesia Fintech Festival and Conference 2016 adalah event akbar hasil kerja sama antara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan Kamar Dagang Indonesia (KADIN). Indonesia Fintech Festival and Conference 2016 adalah sebuah acara yang akan menjembatani semua stakeholder di industri FinTech, mulai dari regulator, institusi keuangan swasta, investor, startup, inkubator, asosiasi industri dan juga dari kalangan akademisi.
Dengan diselenggarakannya acara FinTech ini, semakin jelas bahwa bagaimana pun teknologi tidak bisa dibendung untuk berkaitan dengan, salah satunya, dengan industri keuangan.
Tapi, tampaknya, kegiatan industri asuransi masih belum bisa sepenuhnya bersifat elektronik. Dari beberapa eksekutif asuransi –baik asuransi jiwa maupun asuransi umum– yang dihubungi Media Asuransi, mengungkapkan bahwa perusahaan asuransi di Indonesia belum dapat menerbitkan e-policy (polis elektronik) sampai saat ini.
Sementara itu, India sebagai salah satu negara yang penduduknya lebih banyak dari Indonesia dan tersebar juga di daerah terpencil, tampaknya sudah akan menerapkan e-policy di industri asuransi mereka. Mari kita lihat.
Mulai 1 Oktober 2016, hamper semua polis asuransi akan diterbitkan dalam bentuk elektronik, di mana pembeli produk asuransi harus mempunyai e-insurance account – yang bisa digunakan untuk membeli polis atau memperpanjang asuransinya sejak tanggal tersebut.
Sebagian besar polis asuransi di India, sebagaimana dilaporkan oleh Asian Insurance Review, termasuk asuransi kendaraan bermotor dan travel insurance ke luar negeri, hanya dapat dibeli dalam bentuk elektronik bahkan sejak September 2016.
Dari mengisi formulis permohonan asuransi sampai dengan pembayaran secara online hingga penerbitan dokumen polis, semua proses pembelian asuransi akan segera paperless. Bahkan mengelola dokumen polis atau catatan berbagai perusahaan asuransi juga akan dapat dilakukan, karena pemegang polis akan mempunyai akses pada satu platform.
Yang lebih penting lagi, menurut salah seorang eksekutif asuransi patungan di India, tertangggung atau nasabah tidak akan lagi rentan untuk ditipu atau diberi polis palsu. Karena polis digital akan dijamin keasliannya. Ternyata, walaupun sudah boleh menggunakan e-policy, tapi ternyata tidak mudah juga untuk berkembang cepat. Menurut seorang eksekutif perusahaan penyimpanan atau pengelola polis (insurance repository), tanggapan masyarakat terhadap e-insurance account atau e-policy sejauh ini masih biasa-biasa saja. Karena memang belum terlalu dikenal di pasar. Pemegang polis lebih percaya kepada rekomendasi dari agen asuransi atau perusahan asuransi, dan e-policy bagi mereka bukanlah prioritas utama.
Para nasabah atau tertanggung memang harus membuka suatu e-insurance account pada perusahaan insurance repository yang akan mengelola polis asuransi dalam bentuk elektronik. Di India, ada lima perusahaan insurance repository saat ini.
Tantangan lainnya, menurut eksekutif asuransi di India, adalah perluasan e-policy ini ke kota-kota kecil dan kepada para pemegang polis yang memang tidak mengerti atau tidak suka internet. Itu yang terjadi di India dengan penerapan e-policy mulai Oktober 2016 ini.
Bagi kita di Indonesia, yang memang luas wilayahnya membentang dari Sabang di Provinsi Aceh sampai Merauke di Provinsi Papua, memang perlu persiapan yang lebih matang.
Yang menarik adalah kalau e-KTP di Indonesia bisa terlaksana, yang berarti menjangkau ke seluruh wilayah Indonesdia, mestinya e-policy juga bisa. Meskipun, butuh waktu untuk melaksanakan e-policy menjangkau seluruh Indonesia. Mucharor Djalil
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News