Media Asuransi, GLOBAL – Laporan terbaru dari Forrester mengungkapkan perusahaan yang memiliki asuransi siber mandiri lebih cenderung bertindak lebih cepat dalam menghadapi insiden keamanan siber.
Laporan tersebut menunjukkan 25 persen organisasi dengan polis asuransi siber mandiri mampu mendeteksi insiden siber dalam waktu tujuh hari, dibandingkan dengan hanya 18 persen dari mereka yang memiliki cakupan siber yang tertanam dalam polis asuransi lainnya.
Laporan yang sama juga mengungkapkan sekitar 37 persen dari perusahaan yang disurvei telah mengamankan cakupan senilai US$100 juta atau lebih untuk perlindungan dari ancaman siber. Tren ini menunjukkan semakin pentingnya asuransi siber sebagai alat untuk mentransfer risiko di era bisnis digital yang semakin kompleks.
“Perusahaan dengan lingkungan TI yang lebih kompleks dan yang mengelola volume data pelanggan yang besar, semakin memilih perlindungan siber yang lebih besar,” jelas laporan Forrester dalam Survei Keamanan 2023, dilansir dari laman Insurance Asia, Jumat, 30 Agustus 2024.
Hal ini mencerminkan kekhawatiran yang meningkat di kalangan perusahaan terhadap potensi kerugian akibat serangan siber. Selain memberikan perlindungan finansial, asuransi siber juga mendorong perusahaan untuk mengadopsi strategi keamanan yang lebih komprehensif.
|Baca juga: KPK Tahan 2 Tersangka Dugaan Korupsi Jasindo, Ini Respons Netizen!
|Baca juga: Asuransi Jasindo Dukung Penuh Proses Hukum di KPK
Organisasi yang memiliki polis asuransi siber mandiri lebih mungkin untuk berinvestasi dalam teknologi keamanan canggih, termasuk penerapan arsitektur zero trust, yang dirancang untuk mengurangi risiko serangan internal maupun eksternal.
Tak hanya itu, laporan tersebut juga menemukan perusahaan yang memiliki asuransi siber mandiri memiliki waktu respons yang lebih cepat terhadap insiden. Sekitar 29 persen dari perusahaan ini mampu merespons insiden dalam tujuh hari, angka yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki asuransi siber mandiri.
Menariknya, banyak penyedia asuransi siber kini mengharuskan pemegang polis untuk menggunakan penyedia layanan dari panel yang telah diverifikasi sebelumnya. Sebanyak 69 persen responden perusahaan menyatakan penyedia asuransi mereka mewajibkan penggunaan panel tersebut untuk layanan seperti forensik digital, respons insiden, dan negosiasi ransomware.
|Baca juga: KPK Langsung Tahan 2 Tersangka Kasus Dugaan Korupsi di Jasindo
|Baca juga: Agen Asuransi Nakal Dijebloskan ke Penjara Usai Gelapkan Premi Klien
Pergeseran ini menunjukkan asuransi siber semakin dianggap sebagai prioritas utama dalam manajemen risiko bisnis global. Dalam Survei Prioritas 2024, sebanyak 12 persen profesional bisnis dan teknologi global berencana untuk membeli polis asuransi siber mandiri sebagai langkah penting dalam mengurangi risiko perusahaan.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News