Media Asuransi, GLOBAL – Penggunaan kecerdasan buatan (AI) yang semakin pesat dalam beberapa tahun terakhir telah meningkatkan risiko penggabungan insiden siber dari berbagai sumber, baik yang disengaja maupun tidak disengaja.
Menurut laporan terbaru dari Guy Carpenter, terdapat empat faktor utama yang berperan dalam peningkatan risiko ini yaitu risiko rantai pasokan perangkat lunak, perluasan permukaan serangan, peningkatan paparan data, dan meningkatnya penggunaan AI dalam operasi keamanan siber.
Dilansir dari Reinsurance News, Kamis, 22 Agustus 2024, seiring semakin banyak perusahaan yang mengadopsi AI, teknologi ini biasanya diterapkan di dalam jaringan internal perusahaan atau melalui pihak ketiga seperti ChatGPT atau Claude.
Namun, jika model AI pihak ketiga mengalami gangguan atau gagal berfungsi, risiko tersebut akan berimbas kepada seluruh pelanggan yang mengandalkan teknologi itu.
|Baca juga: PKPU Indofarma (INAF) Telah Berakhir, Ini yang Akan Dilakukan Manajemen
|Baca juga: Surge Akan Terbitkan Saham Baru 4,72 Miliar, 4 Investor Jadi Pembeli Siaga
Guy Carpenter juga menyoroti potensi kerentanan AI terhadap manipulasi, baik secara jahat maupun tidak sengaja. Contohnya, praktik ‘jailbreaking’ dapat membuat model AI bertindak di luar batas yang telah ditetapkan, berpotensi menyebabkan paparan data atau bahkan pelanggaran keamanan jaringan.
Selain itu, kesalahan dalam respons AI juga dapat memicu konsekuensi serius bagi perusahaan, terutama jika tidak ada langkah pengamanan yang tepat. Karena model AI dilatih menggunakan data yang seringkali sensitif dan berskala besar, hal ini membuka celah untuk risiko lebih lanjut terkait keamanan data.
Di sisi lain, teknologi AI juga membawa peluang dalam sektor keamanan siber, seperti otomatisasi tugas-tugas keamanan tingkat tinggi. Namun, Guy Carpenter mengingatkan otomatisasi ini dapat menyebabkan kesalahan dan kerentanan jika tidak disertai dengan pengawasan manusia dan opsi penggantian manual.
Meskipun tantangan ini cukup signifikan, namun Guy Carpenter menegaskan industri re/asuransi harus memandang AI sebagai peluang pertumbuhan daripada risiko yang harus dihindari.
|Baca juga: Saham JMA Syariah (JMAS) Masih Ngebut Usai Disengat Isu Akuisisi oleh Maybank (BNII)
|Baca juga: Tingkatkan Kenyamanan Nasabah, Bank Mandiri Optimalkan ATM Setor Tarik dan Super App Livin’ by Mandiri
Perusahaan-perusahaan asuransi diimbau untuk lebih mendalami dan mengelola risiko yang terkait AI dengan cara mengajukan pertanyaan mendetail dan mengumpulkan data yang kuat terkait pengembangan dan penerapan model AI dari para nasabah mereka.
Guy Carpenter menutup laporannya dengan menyatakan memahami risiko AI secara lebih mendalam dapat membantu perusahaan asuransi untuk menjamin eksposur AI secara lebih menguntungkan, serta mengelola risiko penggabungan insiden siber seiring dengan meningkatnya penggunaan teknologi AI di berbagai sektor.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News