1
1

Ternyata Ini yang Membuat Jokowi Menyerah dan Naikkan Harga BBM

Presiden Republik Indonesia Joko Widodo. | Foto: Bpmi Sekretariat Presiden

Media Asuransi, JAKARTA – Situasi dunia masih kacau balau. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun akhirnya menyerah dengan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), jenis Pertalite, Solar dan Pertamax.

“Pemerintah telah berupaya sekuat tenaga untuk melindungi rakyat dari gejolak harga minyak dunia,” ungkap Jokowi akhir pekan lalu.

Persoalan ini sebenarnya bukan masalah baru. Bila dirunut ke belakang, puncak persoalan terjadi ketika perang Rusia dan Ukraina meletus pada akhir Februari 2022 lalu.

Baca juga; Kenaikan Harga BBM Bersubsidi Berpotensi Tekan Nilai Tukar Rupiah

Harga minyak dunia melesat jauh. Dari yang tadinya berada di level US$ 30 – 50 per barel menjadi US$ 125 per barel. Maklum saja, Rusia adalah salah satu pemasok minyak terbesar di dunia.

Semua negara panik. Apalagi mengingat situasi juga belum pulih dari pandemi covid-19. Masih ada luka memar yang harus dibereskan, terutama dari sisi fiskal. Negara dengan anggaran terbatas, mau tidak mau harus menaikkan harga BBM, membiarkan beban lonjakan harga minyak dunia dirasakan masyarakat.

Opsi yang lain tadinya mungkin jadi pilihan. Seperti memberikan subsidi lewat tambahan utang. Akan tetapi banyak negara sudah alami penumpukan utang karena pandemi. Belum lagi, beberapa negara maju memperketat kebijakan moneter lewat kenaikan suku bunga acuan. Sehingga penarikan utang butuh biaya sangat mahal.

Baca juga: Bukukan Laba Rp259 M di Kuartal II/2022, Sequis Tingkatkan Layanan kepada Nasabah

Sebut saja Argentina, Brasil, Meksiko, Sri Lanka, Pakistan dan beberapa negara di Afrika lainnya. Kini alami lonjakan inflasi dan berpotensi besar atau sudah terjerat krisis dan bangkrut.

Indonesia bisa saja bernasib sama seperti negara tersebut. Tapi tak semua efek perang berujung negatif. Selain minyak, harga komoditas juga alami kenaikan drastis. Batu bara, nikel, bauksit, tembaga hingga minyak kelapa sawit harganya melonjak dan memberikan keuntungan bagi Indonesia bak durian runtuh.

Nusantara yang kaya raya akan komoditas tersebut tentu tidak ketinggalan meraup cuan. Tahun ini diperkirakan pemerintah meraup penerimaan, baik dari pajak dan non pajak yang bersumber dari komoditas sebesar Rp 420 triliun.

Dana itulah kemudian digeser ke masyarakat lewat pemberian subsidi energi. Meliputi BBM, listrik dan gas LPG 3 kg. Total yang dikeluarkan adalah Rp 502 triliun, terbagi atas pembayaran subsidi dan kompensasi terhadap BUMN yang telah menahan harga energi dua tahun sebelumnya.

“Saya sebetulnya ingin harga BBM dalam negeri tetap terjangkau dengan memberikan subsidi dari APBN tetapi anggaran subsidi dan kompensasi tahun 2022 telah meningkat 3 kali lipat,” jelas Jokowi.

Subsidi masih dimungkinkan membengkak setelah melihat harga minyak dunia tak kunjung turun drastis. Ada penurunan tapi tidak signifikan. Dalam asumsi pemerintah, harga minyak dunia rata-rata setahun adalah US$ 95 per barel dan kurs Rp 14.450 per dolar AS.

Konsumsi BBM di dalam negeri juga meningkat drastis, menjadi 29 juta KL. Sehingga pemerintah memperkirakan subsidi bisa membengkak sampai dengan Rp 698 triliun.

“Masyarakat saat ini bertanya karena harga minyak dalam sebulan terakhir mengalami penurunan,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani indrawati.

“Kami terus mengalami perhitungan dengan harga ICP yang turun ke US$ 90 sekalipun maka subsidi masih akan besar,” terangnya.

Pemerintah melihat ada ketidakadilan. Penerima subsidi BBM terbesar dinikmati oleh kalangan menengah ke atas. Bahkan Sri Mulyani melihat kesenjangan orang dan miskin bisa semakin melebar. Aha

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Kenaikan Harga BBM Bersubsidi Berpotensi Tekan Nilai Tukar Rupiah
Next Post 10 Kebiasaan yang Bisa Bikin Mati Muda

Member Login

or