Oleh: Eko Sulistyo dan Wahyudin Rahman
Di tengah kondisi ekonomi global saat ini, kinerja ekspor Indonesia mampu menunjukkan performa baik, yakni pada Mei 2024 nilai ekspor Indonesia mencapai USD22,33 miliar, meningkat 13,82 persen month to month (mtm) atau 2,86 persen year on year (yoy).
Namun, sayang, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) mencatat, kontribusi UMKM terhadap ekspor nasional hanya sebesar 15,7 persen pada tahun 2023. Ini masih di bawah Singapura yang 41 persen, Thailand itu 29 persen. Hal ini tentu menjadi perhatian untuk mendorong kontribusi produk UMKM dalam komoditas barang ekspor agar dapat mencapai angka 17 persen pada tahun 2024.
Padahal, UMKM memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Pada tahun 2023 pelaku usaha UMKM mencapai sekitar 66 juta. Kontribusi UMKM mencapai 61 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia, setara Rp9.580 triliun. UMKM juga menyerap sekitar 117 juta pekerja atau 97 persen dari total tenaga kerja.
Oleh karena itu, perlu ada kesadaran dan dorongan kebijakan serta regulasi dari pemerintah dalam mengatasi gap untuk meningkatkan minat pelaku UMKM dalam melakukan ekspor.
Risiko Perdagangan
Paul R Krugman dalam buku “International Trade Theory and Policy” menyatakan bahwa eksportir menghadapi berbagai risiko, termasuk fluktuasi nilai tukar, ketidakstabilan politik, dan gagal bayar oleh pembeli asing.
Ada empat risiko lain yang mungkin menjadi ketakutan bagi eksportir ketika mereka memulai usaha ekspor. Pertama, pemahaman regulasi di negara tujuan. Setiap negara memiliki regulasi yang berbeda terkait cukai, standar produk, dan persyaratan lainnya. Pelanggaran terhadap regulasi ini dapat menyebabkan penundaan, denda, bahkan penolakan barang di pelabuhan tujuan.
Kedua, logistik dan pengiriman. Pengiriman ke negara tujuan menimbulkan kekhawatiran tentang keamanan, waktu pengiriman, dan biaya logistik yang tinggi. Risiko kehilangan atau kerusakan selama transit atau perjalanan dapat menambah beban keuangan.
Ketiga, pembayaran dan keuangan, Dengan skala bisnis kecil, wajar apabila terdapat kekhawatiran pembayaran tidak tepat waktu atau tidak dibayar sama sekali oleh pembeli internasional. Sistem pembayaran internasional yang kompleks melibatkan mata uang asing, fluktuasi nilai tukar, dan alat pembayaran seperti letter of credit (LC) yang mungkin tidak dipahami dengan baik oleh eksportir pemula.
Keempat, risiko politik dan ekonomi. Ketidakstabilan politik atau ekonomi di negara tujuan dapat mempengaruhi bisnis secara signifikan. Perubahan kebijakan pemerintah, perang dagang, atau ketidakstabilan ekonomi dapat mempengaruhi kondisi bisnis termasuk perubahan tarif atau hambatan perdagangan lainnya.
Banyaknya risiko-risiko ini, akan mengancam aktivitas perdagangan bagi UMKM. Dibutuhkan kesadaran UMKM dalam memitigasi risiko. Dampaknya, terhadap cash flow dalam menanggung besarnya kerugian dan kepercayaan buyer yang menurun akibat tidak profesionalnya pengelolaan.
Salah satu mekanisme pelindungan risiko adalah dengan mengalihkan risiko ke perusahaan asuransi untuk mengurangi kerugian yang diderita. Kemudian, UMKM membayar premi sesuai yang ditentukan perusahaan asuransi.
Saat ini, sudah ada produk asuransi yang dapat melindungi risiko baik dari barang yang dikirim dan juga kegagalan pembayaran dari buyer. Contohnya, Asuransi Pengiriman (Cargo Insurance) yang memberikan perlindungan terhadap kerusakan, kehilangan, atau pencurian barang selama pengiriman. UMKM dapat mengklaim kerugian jika terjadi insiden yang tidak diinginkan, sehingga mengurangi kerugian finansial.
Pemerintah juga telah mewajibkan asuransi ini melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 82 Tahun 2017 tentang Ketentuan Penggunaan Angkutan Laut dan Asuransi Nasional untuk Ekspor dan Impor Barang Tertentu.
Selain itu ada Asuransi Kredit Perdagangan (Trade Credit Insurance) yang dapat memberikan pelindungan terhadap risiko gagal bayar oleh buyer. Berdasarkan Kemenkop dan observasi YIIPs. dari 12.234 eksportir UMKM berbentuk perusahaan di tahun 2020, tidak lebih dari 10 persen yang memanfaatkan asuransi kredit perdagangan, alasannya beragam.
Dari sisi manfaat, asuransi ini memastikan bahwa UMKM menerima pembayaran meskipun pembeli tidak dapat membayar karena kebangkrutan atau masalah keuangan lainnya. Asuransi ini juga membantu meningkatkan kepercayaan eksportir untuk melakukan transaksi dengan mitra bisnis baru.
Kendala Biaya
Kondisi saat ini, yang dikeluhkan adalah ketidakmampuan melakukan pembayaran premi atau biaya asuransi karena sudah terbebani biaya dalam melakukan perdagangan domestik dan internasional yang dipersyaratkan. Ini menjadi beban tambahan bagi eksportir, terutama eksportir pemula.
Tidak dapat dipungkiri bahwa peran pemerintah sangat diharapkan dalam menyusun kebijakan yang tepat. Salah satunya adalah kebijakan subsidi premi asuransi bagi eksportir baru dalam hal ini UMKM sebagaimana pemberlakuan subsidi pada Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Ada beberapa manfaat dari subsidi ini. Pertama, mengurangi beban biaya asuransi. Bagi eksportir pemula, adanya subsidi menjadikan mereka lebih berani mengambil risiko dan memasuki pasar internasional. Pemerintah dapat membayar sebagian atau seluruh premi asuransi yang seharusnya dibayarkan oleh eksportir. Ini dapat mencakup asuransi pengiriman dan asuransi kredit perdagangan.
Kedua, meningkatkan kepercayaan diri. Dengan adanya pelindungan yang memadai, eksportir baru akan lebih percaya diri dengan menawarkan metode pembayaran yang lebih kompetitif kepada pembeli di luar negeri. Ketiga, membantu eksportir menjelajahi pasar baru. Eksportir dapat mencoba memasuki pasar yang sebelumnya dianggap terlalu berisiko, karena risiko tersebut kini telah diminimalkan.
Subsidi ini harus dicanangkan sebagai langkah kongkret dan bagian anggaran jangka panjang oleh pemerintah dan stakeholder terkait. Selain itu, kebijakan yang berpihak kepada peningkatan pelaku UMKM Ekspor terus disinergikan yang mendukung kepada kemudahan perijinan, peningkatan kualitas produk, kerja sama internasional, pelatihan atau edukasi kepada pelaku UMKM Ekspor.
Terakhir, inovasi produk asuransi yang lebih baik. Yakni semuanya berkontribusi dalam menciptakan lingkungan yang kondusif untuk ekspor sehingga mendukung volume ekspor dan pertumbuhan yang berkelanjutan.
Keterangan tentang penulis: Eko Sulistyo adalah seorang Insurance Expert sedangkan Wahyudin Rahman merupakan Ketua KUPASI.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News