Media Asuransi, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerima 4.653 pengaduan dari masyarakat untuk sektor perbankan, dalam periode 1 Januari hingga 17 April 2025. Dari jumlah sebanyak ini, apa saja kejahatan di sektor perbankan yang paling banyak diadukan oleh masyarakat?
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, mengakui bahwa kejahatan di sektor perbankan saat ini semakin kompleks. Peningkatan ini terjadi, terutama seiring dengan meningkatnya pemanfaatan teknologi digital.
“Berbagai modus penipuan seperti phishing, rekayasa sosial atau social engineering, skimming, carding, hingga pembajakan akun melalui teknik SIM swap semakin sering terjadi,” kata Friderica dalam keterangan tertulis yang dikutip Senin, 26 Mei 2025.
|Baca juga: Waspada Modus Penipuan Website D-Bank PRO Palsu yang Mengatasnamakan Danamon
Menurut dia, meskipun bank telah menerapkan sistem keamanan berlapis dan memastikan kepatuhan terhadap regulasi perlindungan data pribadi, kejahatan tetap dapat terjadi jika nasabah tidak waspada atau lalai menjaga kerahasiaan informasi pribadinya. Risiko semakin tinggi karena pelaku kejahatan digital semakin canggih, dan banyak masyarakat yang masih belum memiliki literasi digital serta keuangan yang memadai.
“Oleh karena itu, pelindungan konsumen di sektor jasa keuangan tidak hanya menjadi tanggung jawab lembaga keuangan, tetapi juga memerlukan regulasi yang adaptif serta kolaborasi lintas sektor untuk menanggulangi berbagai bentuk kejahatan secara menyeluruh,” jelas Friderica.
|Baca juga: Serangan Kian Marak, Berikut Metode Phishing Hibrid yang Patut Diwaspadai
Lebih lanjut dia katakan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan POJK No. 22 Tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan, yang mengedepankan tujuh prinsip perlindungan konsumen, termasuk aspek pelindungan data pribadi, transparansi, serta penyelesaian pengaduan. Regulasi ini juga memberikan OJK kewenangan untuk melakukan pembelaan hukum bagi konsumen yang dirugikan.
Di sisi lain, OJK gencar melakukan edukasi dan peningkatan literasi keuangan melalui media sosial, kampanye publik, serta kerja sama dengan lembaga pendidikan dan komunitas lokal. “Salah satu fokus utama edukasi adalah meningkatkan kewaspadaan terhadap penipuan digital, termasuk arisan online ilegal, agar masyarakat lebih siap menghadapi risiko di era keuangan digital yang terus berkembang,” tuturnya.
Sementara itu, di saat yang sama, marak pula penipuan investasi dan pinjaman fiktif yang mengatasnamakan institusi keuangan resmi, serta fenomena arisan online ilegal yang menjanjikan imbal hasil tinggi dalam waktu singkat. “Arisan online semacam ini sering menyasar kelompok rentan seperti ibu rumah tangga dan generasi muda, dengan memanfaatkan rasa percaya antarpeserta sebagai celah untuk menjalankan skema piramida atau ponzi,” jelas Friderica.
Editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

