Media Asuransi, JAKARTA – Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Budi Herawan mengungkapkan terdapat sejumlah tantangan terkait implementasi POJK 20/2023 yang mengatur tentang asuransi kredit (askred). Hal itu yang membuat AAUI memberikan sejumlah usulan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Budi menyatakan tantangan yang dimaksud yakni sesuai dengan POJK No 20/2023 Pasal 4 ayat 1 dan Pasal 16 ayat 2 disebutkan bahwa Perusahaan Asuransi Umum (PAU) yang memasarkan produk asuransi kredit dan suretyship wajib memenuhi modal minimum atau paling sedikit Rp 250 miliar.
|Baca juga: OJK Catat 4.230 Aduan terkait Kejahatan Jasa Keuangan saat Nataru, Perbankan Terbanyak!
|Baca juga: KoinP2P Gagal Bayar Rp360 Miliar, Begini Respons OJK!
“Selain itu PAU yang memasarkan asuransi kredit maupun suretyship harus memiliki rasio likuiditas paling rendah 150 persen,” kata Budi, dalam webinar berjudul ‘Mungkinkah Ada Relaksasi POJK 20/2023: Menyoal Aturan Modal Minimum & Asuransi Kredit Perdagangan‘ yang diselenggarakan Media Asuransi, Kamis, 30 Januari 2025.
Tantangan berikutnya yaitu sesuai isi Pasal 5 ayat 2 pada POJK 20/2023 bahwa PAU dan Perusahaan Asuransi Umum Syariah (PAUS) wajib menetapkan risiko yang ditanggung kreditur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit 25 persen dari nilai saldo kredit atau pembiayaan syariah pada waktu terjadi risiko yang ditanggung untuk produk asuransi kredit.
“Namun jika dikaitkan dengan produk asuransi kredit perdagangan (TCI) pembagian risiko ini tidak sesuai dengan polis standar internasional yang hanya menerapkan maksimal 10 persen,” kata Budi.
|Baca juga: Mayoritas Warga Selandia Baru Tidak Siap Secara Finansial, Banyak Pensiunan Kehabisan Tabungan!
|Baca juga: Waspada, OJK Ramal Kejahatan di Sektor Keuangan Masih Marak di 2025!
Tantangan selanjutnya yakni nilai pertanggungan bruto yang diatur pada Pasal 6 ayat 1 butir (a) nilai pertanggungan/manfaat bruto, paling tinggi 10 persen dari ekuitas perusahaan asuransi umum untuk produk asuransi kredit.
“Sedangkan pada pasal 17 ayat 1 butir (a) Nilai jaminan bruto untuk suretyship: Maksimal 30 persen dari ekuitas perusahaan dan nilai jaminan retensi sendiri, paling tinggi 10 persen dari ekuitas PAU dan PAUS,” tegasnya.
Berangkat dari kondisi itu, tambahnya, AAUI mengusulkan sejumlah relaksasi. “Sejak Mei 2024 AAUI telah berkomunikasi dengan OJK terkait POJK 20/2023 yang masih ditinjau
OJK,” tukasnya.
Beberapa usulan dari AAUI yang diungkap Budi yakni:
- Pembagian risiko. Mengusulkan skema pembagian risiko 90 persen : 10 persen, mengikuti best practice internasional khususnya untuk produk asuransi kredit perdagangan atau Trade Credit Insurance (TCI).
- Batas maksimal nilai pertanggungan. Usulan menghapus batas nilai pertanggungan 10 persen dari ekuitas karena nilai pertanggungan dapat dikelola dengan mekanisme reasuransi dan POJK No 23/2023 sudah menetapkan ekuitas minimum yang tinggi.
- Pentingnya regulasi yang fleksibel. Relaksasi ini diharapkan tidak hanya meningkatkan daya saing industri tetapi juga memberikan ruang bagi pertumbuhan bisnis asuransi.
|Baca juga: Akankah Harga Bitcoin Kembali Cerah pada Februari 2025?
|Baca juga: Manulife Investment Management Mengidentifikasi Peluang Penurunan Suku Bunga
“AAUI berkomitmen untuk terus berdiskusi dengan OJK guna menemukan solusi terbaik bagi keberlanjutan industri baik dalam hal POJK 20/2023 maupun ketentuan lainnya yang berkaitan dengan industri asuransi,” pungkasnya.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News