Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui menjaga inflasi tahun 2017 agar tetap rendah dan terkendali cukup berat. Hal ini karena tahun ini terjadi beberapa perubahan alokasi subsidi, yang berpotensi membuat inflasi semakin tinggi. Misalnya alokasi subsidi listrik maupun kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) tahun ini akan membuat kontribusi komponen harga yang diatur pemerintah (administered price) terhadap inflasi jauh lebih tinggi. Hal ini menjadi tantangan tersendiri untuk pemerintah agar membuat inflasi tetap terjaga.
“Ini salah satu tantangan yang tidak mudah, karena kebijakan fiskal 2017 yang sudah di-aproved dewan bersama pemerintah memberikan signal ada beberapa policy dalam kebijakan APBN perubahan alokasi subsidi dan cara pembayaran subsidi yang berimplikasi beberapa barang dan komoditas,” kata Menkeu Sri Mulyani pada acara CIMB Niaga Economic Forum 2017, di Jakarta, 26 Januari 2017.
Lebih lanjut dia jelaskan subsidi energi tahun lalu mencapai dari Rp330,3 triliun menjadi Rp77,3 triliun. Menurutnya, kondisi ini jauh berbeda dengan tahun lalu. Sebab, tahun lalu kontribusi administered price cukup minim sehingga membuat inflasi tetap terjaga di level 3,02 persen. “Inflasi 3,02 persen, karena salah satu faktornya administered price memberikan kontribusi terhadap inflasi yang sangat rendah. Orang kemudian akan secara logis tanya apakah 2017 pemerintah Indonesia akan mampu menjaga administered relatif terus stabil,” paparnya.
Untuk itu, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) perlu mengubah strategi supaya inflasi tetap stabil. Pemerintah dan BI perlu menjaga keseimbangan dari sisi harga pangan bergejolak (volatile food) dan inflasi inti. “Ini tantangan 2017, mengubah komposisi inflasi dari administered price relatif tidak kontribusi, kalau berubah, harus diimbangi faktor inflasi lain volatile food, core inflation,” tandasnya.
Sri Mulyani juga mengatakan bahwa investasi domestik mampu menjadi bantalan dan menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia. Apalagi saat ini investasi global memang tidak berkembang seperti yang diharapkan bahkan cenderung menurun. Dan ini pasti akan mempengaruhi investasi dari luar yang masuk ke Indonesia. Menurutnya investasi merupakan salah satu penyumbang utama pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Akan tetapi, Indonesia masih memiliki sumber pertumbuhan lainnya yang tidak berbeda jauh baiknya dengan investasi berasal dari luar.
“Sumber investasi ‘kan bisa dari sisi domestic saving dan Indonesia memiliki level domestic saving yang cukup tinggi. Selama ini ‘kan diterjemahkan dalam bentuk credit growd dari sisi perbankan,” kata Sri Mulyani. Menurutnya, pada tahun 2016 lalu investasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) mencapai Rp158 triliun, sedangkan penanaman modal asing (PMA) mencapai Rp284 triliun. Edi
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Related Posts
Asuransi
OJK: Industri Asuransi Terus Bertumbuh di Tengah Tantangan yang Kian Kompleks
Jumat, 21 Maret 2025
Asuransi
967.500 Lembar Saham Benny Tjokrosaputro Sukses di Jual oleh BPA Kejagung
Jumat, 21 Maret 2025
Asuransi