Media Asuransi, GLOBAL – Laporan terbaru dari Allianz Commercial menunjukkan adanya peningkatan signifikan dalam klaim siber besar pada 2024. Hal itu dengan frekuensi klaim bernilai lebih dari US$1,09 juta (€1 juta) atau naik 14 persen pada paruh pertama tahun ini.
Dilansir dari laman Insurance Asia, Jumat, 11 Oktober 2024, laporan tahunan tentang pandangan risiko siber ini juga mencatat tingkat keparahan klaim naik 17 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan hanya satu persen pada 2023.
|Baca juga: Pendapatan Perusahaan Asuransi Jiwa Berpotensi Tergerus Akibat Ketidakpastian di Pasar Keuangan
|Baca juga: AAUI Beberkan ‘Amunisi’ untuk Industri Asuransi Tumbuh Signifikan
Kenaikan klaim siber ini terutama didorong oleh lonjakan insiden pelanggaran data dan privasi, yang menyumbang dua pertiga dari total klaim besar. Serangan ransomware yang melibatkan pencurian data, serta meningkatnya pertukaran data pribadi antarorganisasi, menjadi faktor utama di balik lonjakan tersebut.
Regulasi dan litigasi terkait privasi data juga semakin memengaruhi dinamika klaim. Di Amerika Serikat, nilai tuntutan hukum terkait privasi data tanpa serangan meningkat tiga kali lipat dalam dua tahun terakhir. Ini mencakup kasus pengumpulan dan pemrosesan data pribadi yang tidak tepat, yang mulai melampaui biaya serangan ransomware.
“Di AS, klaim terkait privasi data semakin mahal, bahkan melebihi beberapa insiden ransomware, dengan nilai klaim yang terkadang mencapai ratusan juta dolar,” ujar Kepala Global Klaim Siber Allianz Commercial Michael Daum.
|Baca juga: RBC Anjlok, OJK Peringatkan Asuransi Jangan Lengah Kelola Risiko!
|Baca juga: RI Deflasi 5 Bulan Beruntun, Begini Kata OJK Dampaknya terhadap Industri Asuransi
Di Asia, meskipun biaya pelanggaran data rata-rata lebih rendah dibandingkan dengan wilayah lain, namun insiden siber terus meningkat. Hal ini disebabkan oleh lemahnya keamanan siber dan penggunaan penyedia teknologi outsourcing yang rentan terhadap serangan rantai pasokan.
Laporan Allianz juga memperingatkan penggunaan kecerdasan buatan (AI) yang semakin meluas akan memperparah risiko siber di masa depan. Alat-alat AI yang mengandalkan data pribadi dalam jumlah besar menimbulkan kekhawatiran baru terkait keamanan dan privasi.
|Baca juga: AAUI Siap Gelar Indonesia Rendezvous 2024 di Bali, Ini Rangkaiannya!
|Baca juga: Bos Asuransi KitaBisa Sebut Asuransi Bukan Hanya tentang Risiko Finansial, Lalu Apa?
Kepala Global Konsultasi Risiko Siber Allianz Rishi Baviskar menekankan pentingnya penguatan sistem keamanan siber. “Pelanggaran yang tidak segera ditangani dapat meningkat secara signifikan, dengan biaya yang bisa melonjak dari €20.000 hingga €20 juta,” pungkasnya.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News